LBM Menulis: Bersyukur itu Menenangkan dan Mengusir Keluh Kesah by Ade Mansyur (Cerpen)

bersyukur

Bersyukur itu Menenangkan dan Mengusir Keluh Kesah

Sebelum engkau melangkah terlalu jauh dari negerimu
Sebelum engkau memiliki cita-cita besar
Sebelum engkau terlalu angkuh 
Sebelum engkau terlalu banyak mengeluh

Hari ini kukendarai keretaku menuju suatu tempat. Melewati perempatan lampu merah yang berada tak jauh dari gang rumahku. Sebuah pemandangan yang biasa ketika kulihat seorang Bapak-bapak (maaf) yang tubuhnya tak terlihat layaknya manusia kebanyakan. Sulit bagiku menggambarkan karena dengan mengingatnya saja ada gemuruh yang tertahan dalam dada. Tapi bagiku, beliau adalah laki-laki hebat yang mungkin karena kehebatannya itulah, krna kehebatan akan ketabahannya menerima takdir yang demikian itulah yang membuat beliau menjadi salah satu laki-laki terhebat di mataku.

Teman,mungkin kalau saya ataupun kita yang mengemban takdir yang beliau pikul sekarang, kita tidak akan sanggup menerimanya. Dan mungkin krna itu jugalah Tuhan tidak memberikan cobaan seperti yang beliau terima. Karena kita terlalu lemah. Karena kita tidak sekuat beliau.

Kuseberangi perempatan jalan itu. Di seberang, kulihat lagi beberapa Bapak-bapak (maaf) pengemis yang tak biasanya kulihat di sana. Itu artinya semakin bertambahlah jumlah mereka yang mengharap ada rasa kasihan dan kesadaran saudara-saudaranya untuk membagi sebagian kecil rezeki yang dititipkan Tuhan kepada mereka. Wajah mereka menua. Entah memang karena umur mereka yang telah hampir mencapai puncaknya ataukah karena kerasnya hidup yang mereka lalui sehingga wajah itupun tampak lusuh dan tak sesegar seperti umur mereka yang sebenarnya.

Seorang Bapak yang kuceritakan di atas, seorang Bapak yang tangannya cacat sejak lahir, seorang Bapak berpakaian lusuh dg wajah menghiba sambil membawa kotak infak, dan seorang Bapak yang hanya bisa terduduk sembari menunggu ada yang mau memberinya uang di pinggir jalan. Ya, merekalah 4 orang Bapak yang begitu berharap uluran tangan yang memberinya rezeki dari si pengguna jalan raya itu. Ada yang memberi dengan melemparkan uang itu kepada mereka. Tidak langsung ke tangan mereka, teman. Tapi uang itu dilemparkan kepada mereka dan mereka pun memungutnya di jalan itu… Allah…. T_T

Teman, jika kalian diberi uang dan orang itu memberinya dengan cara melemparkannya kepadamu, bagaimana reaksimu? Saya yakin sebagian besar orang akan marah. Tapi tidak dengan mereka. Mereka memungutinya dan mengucapkan “ALHAMDULILLAH” sembari mendo’akan orang tersebut.

Entahlah… Apakah karena kemiskinan hidup yang mereka tanggung dan kerasnya perlakuan yang mungkin telah setiap hari mereka dapatkan membuat mereka ikhlas diperlakukan “tidak biasa”.

Bukankah mereka juga manusia seperti kita? Bukankah mereka juga memiliki perasaan? Bahkan sebenarnya manusia seperti merekalah yang lebih mudah untuk bersedih. Mereka tidak seberuntung kebanyakan orang lain dalam memperoleh harta, maka haruskah kita juga membuat mereka tidak seberuntung kebanyakan orang dalam memperoleh perhatian dan kasih sayang? Ingatlah, mereka saudara kita. Karena sesungguhnya kita dan mereka ibarat satu tubuh yang seharusnya jika satu bagian terluka, yang lain juga ikut merasakannya.

Teman,kadang saat kita sakit, kita juga sering mengeluh. “Kenapa saya harus menanggung penyakit ini? Saya tidak sanggup”. Banyak lagi kalimat-kalimat yang menunjukkan keluhan kita saat sebuah penyakit menjadi satu cobaan yang diberikan kepada kita. Padahal, jika kita sakit, kita masih beruntung karena masih bisa dan memiliki biaya untuk berobat ke sana ke mari. Kita masih bisa memilih tempat-tempat dan obat-obat terbaik untuk mengobati penyakit kita. Kita masih bisa meminta ini dan itu bermanja pada orang tua, kerabat, sahabat, ataupun teman untuk melepas keinginan dan selera kita di kala sakit itu. Masih ada yang menjenguk dan memperhatikan. Masih ada yang mengkhawatirkan kita. Tapi mereka? jangankan orang lain, mungkin mereka sendiripun tidak peduli lagi penyakit apa yang mereka derita. Bukan karena mereka dzalim terhadap diri mereka sendiri, tapi karena itulah, karena terlalu banyak beban dan derita yang harus mereka pikul. Jika harus mengeluh lagi, itu hanya akan memperpanjang daftar keluhan mereka, hanya akan memperpanjang riwayat masalah mereka. Apakah akan usai? Tidak…karena mereka begitu sadar bahwa hidup mereka tidak akan berubah dengan mengeluh dan mengeluh.

Ah…… Ingin rasanya memeluk mereka.

Tapi, andaikan diri duduk di sampingnya, bukan mereka yang akan menangis. melainkan AKU. Karena si “AKU” terlalu lemah. Bahkan jauh lebih lemah dari mereka siempunya dan menanggung nasib itu………

Teman, jika hari ini kita ingin mengeluh dengan sakit yang kita derita, ingatlah bahwa masih banyak saudara kita yang mungkin lebih parah dari kita. Di luar sana mungkin ada dari mereka yang tengah dalam kondisi lemah terbaring di atas tempat tidur rumah sakit atau bahkan berada dalam keadaan sakaratul maut. “Na’udzubillah…

Jika hari ini kita mengeluh dengan pekerjaan yang telah kita dapat, ingatlah bahwa di luar sana msh banyak saudara kita yang berjuang dalam tapak demi tapak utk memperoleh pekerjaan. Menapaki langkah hanya untuk mengumpulkan uang demi mengisi perut hari ini, esok, dan esoknya lagi…

Jika hari ini kita mengeluh kedinginan hanya krna tidak memiliki selimut, ingatlah ketika di luar sana banyak saudara kita yang bahkan tidak memiliki tempat berteduh dari dinginnya hujan dan udara yang mencekam tubuhnya. Bayangkanlah ketika mereka hanya bisa duduk di antara toko-toko sembari memeluk lutut dengan tubuh yang menggigil kedinginan…

Jika hari ini kita masih mengeluh, berjalanlah keluar sana, peluklah tubuh itu atau sekedar pandangilah ia, semoga kita bisa lebih bersyukur karenanya…

LBM Menulis: Hak dan Kewajiban yang Harmonis by Lulu Lailatusysyarifah (Esai)

hak-dan-kewajiban

 Hak dan Kewajiban yang Harmonis

Dewasa ini pelbagai program beasiswa sudah menjamur dimana-mana. Ada yang merupakan program dari pemerintah dan juga program dari swasta. Di luar hal darimana beasiswa itu berasal, tujuan pasti dari setiap program beasiswa tersebut tidak lain adalah untuk membantu serta mendukung peserta didik yang berpotensi akademik baik dan juga memiliki prestasi. Pada akhirnya mengacu pada tujuan utama pendidikan Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang 1945. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut, ada syarat yang harus dipenuhi oleh penerima beasiswa. Syarat tersebut beraneka ragam karena disesuaikan dengan tujuan khusus dari lembaga penyedia beasiswa tersebut.

Salah satu program beasiswa dari pemerintah adalah Bidik Misi. Bidik Misi merupakan beasiswa yang diperuntukan bagi mereka yang memiliki prestasi serta berpotensi akademik baik namun kondisi ekonomi tidak memadai untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, dalam hal ini Perguruan Tinggi Negeri. Prasyarat utama untuk menjadi penerima beasiswa ini adalah berprestasi dan berasal dari keluarga tidak mampu secara finansial. Jika telah lolos seleksi dan ditetapkan sebagai penerima beasiswa Bidik Misi di suatu Universitas Negeri, maka penerima beasiswa tersebut harus memiliki IP yang tidak boleh kurang dari 2,75. Jika tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka harus sudah siap menerima pencabutan beasiswa. Hal itu merupakan ‘harga’ yang harus dibayar para penerima beasiswa Bidik Misi atas dana beasiswa yang telah pemerintah berikan. Pemerintah berusaha untuk menciptakan hubungan timbal balik ‘simbiosis mutualisme’ dan sudah semestinya kita mendukungnya.

Namun fakta di lapangan menunjukan bahwa banyak penerima beasiswa Bidik Misi yang menyalahgunakan haknya, dalam hal ini dana beasiswa bulanan. Dana tersebut digunakan untuk keperluan sekunder bahkan tersier, seperti membeli handphone dan Gadget terbaru. Sementara kebutuhan primer, seperti membeli buku penunjang perkuliahan, biaya praktek, bahkan tabungan untuk biaya Skripsi atau Tugas Akhir terabaikan. Hal ini sungguh sangat ironis. Terlebih jika kewajiban untuk memperoleh IP minimal 2,75 tidak bisa dipenuhi.

Di era globalisasi ini, jika tidak pandai menahan hawa nafsu, maka akan terbawa arus buruknya. Penggunaan gadget dan handphone terbaru di kalangan penerima beasiswa Bidik Misi akan menimbulkan perbincangan hangat yang jatuhnya menjadi su’udzon atau buruk sangka. Paradigma yang muncul di masyarakat tentang Bidik Misi adalah identik dengan ‘tidak mampu’. Jadi akan muncul pertanyaan di benak masyarakat, mengapa yang tidak mampu justru bisa membeli barang mahal seperti itu. Dan jika akhirnya masyarakat melaporkan hal tersebut ke Dikti, maka beasiswa Bidik Misi akan dicabut.

Bukan tidak diperbolehkan untuk ‘menghadiahi’ diri, tapi akan lebih bijak jika penerima beasiswa Bidik Misi dapat mengimbangi antara hak dan kewajibannya. Masih banyak hal primer yang harus dipenuhi sebagai pertanggungjawaban terhadap pemerintah dan masyarakat, dan terutama pertanggungjawaban pada diri sendiri. Jangan sampai era globalisasi ini menggoyahkan tekad awal untuk senantiasa menuntut ilmu.

Kewajiban memperoleh dan mempertahankan IP minimal 2,75 merupakan hal yang tidak mudah. Tapi hal ini bisa menjadi salah satu alat pacu untuk terus meningkatkan prestasi. Jika IP bagus, maka peluang untuk berprestasi di bidang akademik maupun non-akademik pun semakin banyak. Manusia yang cerdas adalah mereka yang mampu menjadikan kekurangan sebagai solusi atas permasalahan.

Setelah kewajiban terpenuhi, maka tidak akan menjadi masalah jika menuntut hak. Menggunakan uang bulanan beasiswa Bidik Misi untuk membeli barang sekunder dan tersier seperti handphone atau gadget merupakan salah satu hak. Namun cara menggunakan hak itu pun harus cerdas. Pemanfaatan teknologi, bukan dimanfaatkan teknologi. Seperti contoh, menggunakan gadget untuk tugas, berorganisasi, bahkan untuk berbisnis pencari penghasilan tambahan. Bukan untuk ‘riya’. Karena dalam kehidupan ini, kita yang harusnya menguasai keadaan, bukan kita yang dikuasai keadaan.

Menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam hidup ini, akan memberikan manfaat besar bagi diri sendiri. Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, jika cerdas dalam memanfaatkan keadaan. Pacu diri untuk terus berprestasi! Salam Bidik Misi!

LBM Menulis: BERUBAH! by Zaenal Abidin (Esai)

19264_1297933819185_1555576083_30774492_8223269_n2

BERUBAH !

 “…. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. …” (QS. 13 : 11)

***

Masalah adalah sebuah proses yang akan kita tempuh untuk menjadi lebih baik lagi, dan sebagaimana kita telah mengetahui bersama, masalah yang terjadi di Lingkar Bidik Misi UPI dari tahun ke tahun yaitu keterlambatan pencairan uang. Semoga masalah keterlambatan pencairan uang yang melanda kita semua ini bisa menjadikan kita semua lebih baik lagi. Amin

Kalau kita ingat dengan seksama masalah ini sudah terjadi beberapa kali, dan apa tanggapan dari kita? Kita hanya mengeluh, (Aagym : keluh kesah menandakan tak ridho dengan takdir-nya. Padahal setiap takdir bagi orang beriman pasti baik.) dan hanya bisa mengomentari kinerja para pengurus Lingkar Bidik Misi UPI dan kinerja para pekerja Keuangan UPI. Bukan seperti itu? Kita hanya bisa berdalih, “kita hanya menagih dan memperjuangkan yang sudah menjadi hak kita” itu lah yang selalu terlontar dari ucapan kita. Sungguh ironis kalau mengingat hal itu, karena secara faktual kita adalah Mahasiswa yang mempunyai kekurangan dalam segi ekonomi tapi lebih dalam prestasi, tapi apakah mengeluh itu cara seorang Mahasiswa yang katanya berprestasi dan ‘miskin’ dalam memperjuangkan haknya? Kalau seperti itu kita tidak ada bedanya dengan para pengemis yang meminta-minta uang di jalanan.

Terus, seharusnya apa tanggapan kita terhadap keterlambatan pencairan uang yang sudah menjadi hak kita? Kalau secara logika dan merujuk pada Muqoddimah di atas, tanggapan kita sebaiknya itu sebagai beikut :

  1. Pada dasarnya hak kita pasti akan menjadi milik kita, tapi perlu kita ingat bahwa di balik hak ada sebuah kewajiban, apakah kita sudah menjalankan kewajiban kita dengan baik? Misalnya IP 4? Kesempurnaan kewajiban yang kita jalankan akan berbanding lurus dengan hak yang kita dapatkan.
  2. Apakah kita akan menunggu keterlambatan pencairan uang dengan diam saja? Lalu kita tidak makan dan tidak melakukan apa-apa selama masa penantian itu? Kalau kalian seperti itu, kalian tidak Produktif. Kenapa kita harus menunggu uang? Kenapa tidak kita yang menjemput uang? Mudah kan ?!
  3. Bagaimana cara menejmput uang? Jawabannya Usaha teman.
  4. Apa usaha yang bisa saya lakukan? banyak teman.
  5. Misalnya apa? Silahkan baca terlebih dahulu Muqoddimah diatas! Sudah? Pada dasarnya nasib ada ditangan kita teman. Banyak sekali hal yang bisa kita lakukan untuk mengubah nasib kehidupan kita yang tentunya menghasilkan uang, misalnya kita bisa mengajar, berjualan/berwirausaha, kerja sampingan, dan banyak hal lainnya.
  6. Kalau teman-teman ingin berwirausaha/berjualan tapi tidak mempunyai modal untuk memulainya, bukannya Lingkar Bidik Misi memfasilitasi uang pinjaman? Kita manfaatkan saja fasilitas yang ada, daripada kita memakai uang pinjamannya untuk makan, lebih baik kita gunakan saja untuk modal dan kita bisa makan dari keuntungan.
  7. 7.      Kalau teman-teman ingin berwirausaha, tapi tidak mempunyai pengetahuannya, bukannya lingkar Bidik Misi ada Departemen Edukasi? Kenapa tidak kita rekomendasikan saja program kerja Pendidikan Wirausaha, atau Seminar Kewirausahaan, dan lain sebagainya atau teman-teman juga bisa datang ke KOPMA lalu berbincang-bincang dengan para Pengurus KOPMA tentang cara berwirausaha, saya yakin teman-teman KOPMA juga akan melayani kita dengan baik. Maksimalkanlah semua fasilitas yang ada !
  8. Kalau teman-teman ingin mengajar atau kerja sampingan, teman-teman bisa mencari info lowongan kerja di Koran, Media Sosial, atau teman-teman bisa merekomendasikan ke Lingkar Bidik Misi Departemen Humas dan Publikasi untuk meminta diadakannya Info Loker.
  9. Banyak sekali teman cara untuk merubah kehidupan kita, daripada kita menunggu hal yang tidak pasti, lebih baik kita beraksi.

Ingat teman-teman, mengeluh tidak menyelesaikan masalah dan tidak membuat kita menjadi lebih baik. Ucapan pun tidak akan menyelesaikan masalah, tapi aksi nyata dari teman-teman yang dapat menyelesaikan masalah. Percuma saja kalau kita hanya pintar berteori tetapi kita tidak bisa melakukan aksi !.

Seharusnya kita bersyukur atas rahmat-Nya kita sudah bisa berkuliah di UPI, jangan pernah merasa kita mahasiswa UPI yang paling sengsara dan mengenaskan. Teman-teman punya teman yang mengajukan Penangguhan atau yang lebih kita kenal dengan Mahasiswa Advokasi? Perlu teman-teman ketahui mereka juga adalah mahasiwa yang mempunyai kekurangan dalam segi ekonomi, tapi mereka tidak seberuntung kita mendapatkan Beasiswa Bidik.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” ( QS. 55 : 13)

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. 14 : 7)

Jadi, pada intinya mari bersama-sama bersyukur  atas nikmat-Nya dan kita BERUBAH jauh lebih baik lagi, mari kita amalkan yang sudah menjadi Pedoman kita (Baca : Al-Qur’an). Bukannya Al-qur’an adalam pedoman hidu kita? Maka dari itu, mari kita tunjukan bersama aksi nyata kita untuk merubah kehidupan kita menjadi lebih baik, dengan berpegang pada teguh pada pedoman kita.

LBM Menulis: Menggapai Asa Memutus Rantai Kemiskinan by Saiful Bachri (Esai)

Untitled

MENGGAPAI ASA MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN

Pendidikan merupakan hak dari setiap warga Negara, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.

Pada masa saat ini, salah satu kendala bagi masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah adalah mahalnya biaya pendidikan, terutama biaya pendidikan di perguruan tinggi. Tidak sedikit pelajar lulusan SMA sedarat yang harus gigit jari karena mereka tidak mampu mewujudkan cita-cita mereka untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi yang diakibatkan oleh ketidak mampuan mereka dalam hal materil. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai prestasi lebih, akan tetapi harus terhenti langkahnya dalam melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi karena masalah ekonomi.

Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melihat permasalahan ini. Oleh karena itu, pemerintah melalui kemendikbud mencoba untuk memecahkan masalah ini, yakni dengan meluncurkan program beasiswa Bidik Misi. Program beasiswa bidik misi merupakan suatu program yang dikeluarkan oleh kemendikbud. Program ini pertama kali diluncurkan pada tahun 2010. Program ini juga merupakan salah satu program 100 hari kerja Kemendikbud (ketika itu masih bernama Departemen Pendidikan Nasional).

Ketika diluncurkan pertama kali pada tahun 2010, kuota awal yang disediakan kemendikbud sebesar 20.000, hasilnya? Calon mahasiswa begitu antusias untuk mengikuti program ini. Meskipun terdapat kesulitan dalan mengakses informasi mengenai beasiswa Bidik Misi, toh bisa dikatakan program perdana Bidik Misi telah berhasil memberikan kesempatan kepada mahasiswa tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Melihat besarnya antusias dari pendaftar Bidik Misi, Kemendikbud menambah kuota di tahun 2011 menjadi 30.000 beasiswa, di tahun 2012 juga disediakan kuota sebesar 30.000 beasiswa. Dengan kata lain, total mahasiswa penerima beasiswa bidik misi saat ini adalah sekitar 80.000 mahasiswa. Untuk tahun 2013, pemerintah bahkan merencanakan untuk menaikkan kuota menjadi 50.000 beasiswa. Hal ini menunjukkan begitu besar nya antusias calon mahasiswa terhadap beasiswa bidik misi.

Sudah hampir 3 tahun program beasiswa bidik misi dijalankan. Hasil indeks prestasi kumulatif mahasiswa bidik misi angkatan 2010 dan 2011 menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kemendikbud menyatakan, lebih dari 20% dari total penerima beasiswa bidik misi meraih Indeks Prestasi Sementara (IPS) antara 3,51-3,99, sebanyak 58% meraih IPS 2,75-3,50 dan bahkan sebanyak 1% diantara total penerima beasiswa bidik misi meraih IPS sempurnya 4,00. Hanya sekitar 4% dari total penerima beasiswa bidik misi yang memperoleh IPS dibawah 2,00 sementara sisanya meraih IPS antara 2,00-2,74.

Melihat data indeks prestasi mahasiswa bidik misi tersebut, tepat apa yang dikatakan M. Nuh bahwa mahasiswa yang kurang mampu namun memiliki potensi, membutuhkan “kesempatan” untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi sehingga mereka bisa maju dan berprestasi. Faktor ekonomi tidak menjadikan mereka bermalas-malasan, bahkan menjadi pelecut semangat dalam belajar.

Salah satu perguruan tinggi negeri yang mendapatkan kuota beasiswa bidik misi adalah Universitas Pendidikan Indonesia. Di UPI sendiri, banyak sekali prestasi yang telah ditorehkan mahasiswa penerima beasiswa bidik misi. Mulai dari meraih indeks prestasi sempurna (IP 4), menjadi mahasiswa berprestasi tingkat universitas, sampai menjadi juara kontes robot di tingkat Asia. Hal ini tentu menjadi angin sejuk bagi pihak UPI khususnya dan pihak Kemendikbud umumnya. Apa yang telah dipercayakan kepada mahasiswa penerima beasiswa bidik misi, mereka buktikan dengan prestasi yang membanggakan.

Dengan dibuka kesempatan bagi calon mahasiswa yang kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi melalui program beasiswa bidik misi, diharapkan mereka mampu untuk menjadi lebih khususnya dalam hal peningkatan taraf hidup. Mencoba mengutip perkataan M. Nuh, pada titik inilah pendidikan akan mampu menjadi salah satu elevator sosial, yang diharapkan akan mampu menjadi pemutus mata rantai kemiskinan. Semoga.

LBM Menulis: Dari Nothing Jadi Something by Erna Widiana (Esai)

i-can-do-it

DARI NOTHING JADI SOMETHING

Sekarang mungkin kita nothing..

Tapi nanti something..

Asalkan berjuang bersama..

Dari nothing jadi something..

Lirik lagu tersebut merupakan penyemangat bagiku, aku merupakan anak dari keluarga sederhana yang mempunyai cita-cita dan mimpi besar. Seorang siswi SMK yang bermimpi ingin melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Mimpi? Ya bagiku itu hanya mimpi, aku ingin melanjutkan kuliah tanpa membebani kedua orangtua.

Namaku Erna Widiana, pada waktu itu aku merupakan seorang siswi SMK Negeri 11 Bandung di jurusan Akuntansi. Bingung? Ya bingung, mau melanjutkan kemana setelah lulus nanti? Sebelum menjadi siswi SMK, aku telah bercita-cita ingin menjadi seorang akuntan, maka setelah lulus SMP saya melanjutkan ke SMK jurusan Akuntansi.Saat menginjak kelas XII, banyak orang yang bertanya, mau lanjut kemana neng setelah lulus? Aku hanya menjawab insya Allah kalau ada rezeki akan diteruskan kuliah, kalau belum rezekinya mungkin akan kerja dulu. Berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh orangtua jika harus menguliahkanku nanti. Bingung, bimbang menyatu dalam benakku pada saat itu.

Hingga saatnya pihak sekolah mengumumkan bahwa ada beasiswa Bidikmisi bagi siswa yang ingin melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Betapa bahagianya pada saat itu yang ku rasakan, kabar gembira yang harus ku sampaikan pada kedua orang tuaku. Alhamdulillah kedua orangtuaku merespon dengan baik, mereka turut bahagia mendengar kabar baik itu. Secepatnya, ayahku pun membantuku mengurusi berkas-berkas yang harus ku lengkapi. Awal yang baik, bagiku itu adalah awal yang baik. Allah telah memberiku jalan untuk meraih apa yang ku cita-citakan. Walau jalan itu tidak selamanya mudah untuk ku lalui, jalan itu kadang berliku, berbelok, dan berlubang. Semangat dan ikhtiar yang dapat mengantarkanku pada ujung jalan dimana keberhasilan itu dapat ku capai.

Hari berjalan demi hari, hingga saatnya Ujian Nasional (UN) pun telah selesai dan pengumuman SNMPTN Undangan pun telah dibuka. Alhamdulillah, dihari itu aku dan keluargaku bahagia karena aku  lulus dengan nilai yang baik. Namun, setelah kebahagiaan itu datang ternyata aku harus merelakan bahwa aku tidak lulus SNMPTN Undangan. Sedih, kecewa, bercampur menjadi satu harus menerima keputusan itu. Tentang mimpi besarku itu, aku mulai menyerah. Tetapi kedua orangtuaku tetap menyemangati dan meyakinkanku bahwa itu bukanlah akhir dari segalanya.

Setelah pengumuman SNMPTN Undangan dibuka, akupun mengikuti seleksi PMDK salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Namun, dengan berat hati aku harus menerima kenyataan pahit bahwa aku dinyatakan tidak lulus lagi. Semangatku mulai pudar saat itu, aku mulai menyerah dengan cita-citaku untuk meneruskan kuliah dan mendapatkan beasiswa Bidikmisi agar meringankan beban orangtuaku. Hari-hariku diliputi kesedihan, seperti tak ada semangat untuk menjalani hidup.

Tapi, aku teringat dengan pesan kedua orangtuaku bahwa, ”Ini bukan akhir dari segalanya. Rahasia Allah itu tidak ada yang tau, rahasia Allah itu akan indah, selama manusia mau berusaha untuk mencapai keindahan itu.” Mulai hari itu, aku kembali bersemangat dan yakin bahwa aku pasti bisa. Setelah itu pun aku memutuskan untuk bekerja, dan akhirnya akupun bekerja di sebuah pabrik. Capek? Ya itulah yang ku rasakan, ternyata untuk mendapatkan uang itu tidaklah mudah. Namun, aku tetap yakin dengan mimpi dan cita-cita itu, bahwa ada jalan lain untuk menggapainya.

Pada saat itu, ada satu jalan untuk mendapatkan Bidikmisi dengan mengikuti seleksi SNMPTN Tulis. Ditengah aktivitasku sebagai karyawan pabrik, aku terpikir bahwa SNMPTN Tulis itu merupakan sebuah jalan yang baik untuk meraih mimpi itu. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja dan mendapatkan bayaran Rp 100.000,00. Itulah upah pertamaku, bersyukur karena aku mendapatkan pengalaman berharga  bahwa tidak mudah untuk mendapatkan uang untuk membiayai hidup ini.

Setelah itu, aku terfokus kembali untuk mengikuti seleksi SNMPTN Tulis.  Hari demi hari terlewati, jadwal pendaftaran SNMPTN Tulis pun semakin sempit. Ketika aku yakin akan mengikuti seleksi tersebut, tapi yang ku dapatkan hanyalah celaan dari sana-sini. Masih ku ingat kata-kata itu, “Mana mungkin anak SMK bisa lolos SNMPTN Tulis? Kalau lolos juga hanya keberuntungan, makanya kalau ingin lanjut kuliah itu masuk SMA bukan SMK!!”. Itu merupakan salah satu perkataan temanku yang masih ku ingat, kaget, sedih, bingung yang aku rasakan setelah mendengar itu. Namun, teman-temanku yang lain menyemangatiku bahwa aku bisa dan harus mengikuti seleksi SNMPTN Tulis itu. “Erna, kamu harus yakin kalau kamu bisa. Jangan dengarkan apa kata mereka, jangan menyerah sebelum mencoba!”.

Mulai saat itu aku yakin dengan keputusanku bahwa aku harus mengikuti seleksi SNMPTN Tulis, orangtua pun mengizinkan dan terus menyemangati bahwa aku bisa. Ada sebuah lagu yang sering ku dengarkan dan menjadi penyemangat hari-hariku, lagu yang berjudul Yakin Bisa membuatku kembali semangat untuk menyambut hari esok akan lebih baik..

Sekarang mungkin kita nothing

Tapi nanti something

Asalkan berjuang bersama

Dari nothing jadi something

Kawan kita merapat

Menyambut sukses yang semakin dekat

Makin hebat membagi semangat

Yakinkan hati bisa

Berusaha biar wujudkan asa

Mari kita mengumbar semangat

Harus slalu oh positif thinking

Dari nothing jadi something

Jangan pernah oh negatif thinking

Dari nothing jadi something

Buang kata menyerah

Janganlah takut kita belum kalah

Lebih kuat menggenggam semangat…

Dengan menyanyikan lagu tersebut, seyum, semangat ku pun kembali muncul. Rasanya lega dan aku memantapkan hati untuk mengikuti seleksi SNMPTN Tulis. Sehari sebelum seleksi tersebut ditutup, aku pun mendaftarkan diri sebagai peserta SNMPTN Tulis Bidikmisi. Kebingungan kembali muncul, jurusan apa yang harus aku pilih. Ketika mengikuti SNMPTN Undangan dan PMDK, jurusan yang ku pilih yaitu Akuntansi karena aku ingin sekali menjadi seorang akuntan. Namun aku sadar, bahwa jurusan Akuntansi merupakan jurusan favorit di setiap Universitas dan tentu saja saingannya pun begitu banyak. Dan kali ini aku memutuskan untuk memilih jurusan Manajemen Bisnis UPI pada pilihan pertama, dan Pendidikan Kewarganegaraan UPI pada pilihan kedua.

Setelah itu, setiap hari aku belajar bersama dengan teman-teman yang akan mengikuti seleksi SNMPTN Tulis. Hingga waktu seleksi itu pun tiba, aku menangis pada saat itu melihat perjuangan seorang ayah yang luar biasa menyemangati dan mengantarkanku ke tempat pelaksanaan seleksi. Dalam hatiku berkata, “Ya Allah, mudahkan jalan hamba untuk mengikuti tes ini. Hamba tidak ingin mengecewakan kedua orangtua hamba yang begitu sangat menyayangi hamba dan rela berkorban untuk hamba.” Di hari-hari menunggu pengumuman SNMPTN Tulis dibuka, aku mengisi hari-hariku dengan membantu ayah dan ibu berjualan di pasar.

Aku sangat bahagia dan merasa dag-dig-dug yang tak terkira karena pengumuman hasil SNMPTN Tulis dibuka lebih awal. Dengan mengucapkan bismillah, aku pun pergi ke warnet untuk melihat hasil pengumumannya. Saat akan membuka website hasil pengumuman, aku tidak berani karena aku takut kembali gagal. Hingga akhirnya aku tutup layar monitor dengan selembar kertas. Perlahan-lahan aku buka selembar kertas itu dan ternyata Allohuakbar! Selamat Atas Keberhasilan Anda. Aku dinyatakan LULUS di jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Betapa bahagianya pada malam itu, aku berteriak lepas, menangis, dan bahagia saat membaca hasilnya itu. Badanku gemetar dan menjadi kaku karena sangat bahagia akhirnya aku lolos SNMPTN Tulis.

Lalu, akupun beranjak pulang ke rumah dengan bercampur haru bahagia, aku pun langsung menyampaikan kabar bahagia tersebut kepada Ibu dan adikku karena pada saat itu Ayah masih bekerja. Ibu dan adikku langsung memelukku, sujud syujur yang kami panjatkan atas kebahagiaan ini. Aku dan Ibu pun menunggu Ayah hingga pulang karena ingin sekali menyampaikan kabar bahagia ini. Saat beliau pulang, aku pun gemetaran karena sangat bahagianya dan ibulah yang menyampaikannya kepada Ayah. Ayah pun langsung memeluk dan menciumku, Ya Allah betapa bahagianya dapat merasakan pelukkan seorang Ayah dan Ibu. Mereka pun berpesan “Jadilah anak yang solehah nak, tetap semangat untuk menjalani hari-hari selanjutnya setelah ini. Karena jalanmu masih panjang. Berkhusnudzan lah kepada Allah atas setiap cobaan yang kau dapatkan nanti dengan tetap berpegang teguh kepada-Nya.”

Setelah menerima hasil pengumuman itu, aku menjadi lebih ceria dan sangat bersemangat. Namun, ujian tetap datang setelah kebahagiaan itu datang. Beberapa orang mencela dengan berkata, “Masuk Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) aja bangga! Nagapain jadi guru PKn, mendingan jadi akuntan cantik!”. Sakit rasanya mendengar perkataan itu. Tapi aku tetap tegar dan yakin bahwa ini adalah jalan yang Allah berikan untukku. Kita tidak pernah tau, rahasia apa yang akan Allah berikan dibalik setiap peristiwa. Tidak semua orang beruntung dapat merasakan kebahagiaan yang kita rasakan. Bersyukur atas segala nikmat-Nya adalah cara agar kita terhindar dari kufur. Aku yakin bahwa ini adalah jalan untuk meraih mimpi-mimpiku. Jangan berhenti pada satu cita-cita atas apa yang telah engkau cita-citakan, karena apa yang menurutmu baik belum tentu menurut Allah baik pula. Alhamdulillah, kini aku menjadi seorang mahasiswa salah satu penerima Bidikmisi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).Dari Nothing jadi Something…

 

  Oleh: Erna Widiana

LBM Menulis: Warna Warni Di Balik Bidik Misi by Dede Ahmad (Cerpen)

images (5)

WARNA WARNI DI BALIK BIDIKMISI

OLEH : DEDE AHMAD

Cerita ini diambil dari kejadian nyata yang dialami oleh 3 orang sahabat yang sewaktu sekolahnya menjadi siswa doktor (mondok dikantor), dimana 3 orang ini adalah dede ahmad tajjul arifin, erwinsyah dan muhammad tuhaeni. yang memiliki tekad yang kuat untuk melangsungkan masa depan yang lebih cerah secerah bulan purnama di malam yang cerah. perjalan yang berliku dan berwarna menjadi tantangan tersendiri dan menjadi saksi bisu tercapainya cita-cita dan keinginan dari tiap diri 3 orang sahabat ini.

Ketika itu diwaktu siang menjelang sore, dibawah pohon lamtoro yang indah diatas sebuah kebun praktek milik sekolahan, sedang nampak duduk bersenderan seorang siswa sekolah yang baru selesai praktikum. Siswa itu memisahkan diri dari rekan”nya yang masih bekerja karena belum selesai pekerjaannya. Siswa tersebut terduduk lelah sembari merenungkan nasib masa depannya yang akan ia tempuh. Siswa tersebut bernama tajjul arifin.

Tajjul arifin ini sedang menginjak kelas 12 smk dan sedang menempuh semster akhir di sekolahnya tersebut. Dia sekolah di SMK N 1 PACET, dan berada di jurusan pertanian. Sembari beristirahat, dia memikirkan masa depan yang akan dia tempuh setelah lulus nanti. Sambil melamun berkepanjangan., tiba-tiba temen”nya datang dan mengagetkannya sampai dia jatuh tersungkur kebawah. Temen-temennya tertawa terbahak-bahak begitupun siswa tersebut tersenyum malas karena tahu temen-temennya sedang bercanda. Lalu temen-temennya membantu di bangkit dan mengajak istirahat ke kantin sekolah. Setelah itu mereka semua bergegas ke kantin dan sambil istirahat menanti adzan ashar.

Setibanya di kantin, semua yang ada disana menceritakan apa yang akan mereka lakukan atau impikan setelah lulus nanti. Ada yang bilang ingin bekerja, ingin magang ke luar negeri, ada yang ingin melanjutkan kuliah, ada yang ingin melanjutkan perusahaan keluarga/orang tuanya, dan banyak lagi yang berbicara dengan beragam keinginan dan cita-cita masing-masing. Lagi serius-seriusnya, tiba-tiba salah satu dari mereka berkata sambil bersenda gurau ingin melangsungkan ke jenjang pernikahan. Lalu semua yang ada disana tertawa tebahak-bahak. Anak tersebut dipojok-pojokan dengan cita-citanya melangsungkan pernikahan. Sampai-sampai temen perempuan sekeklasnya dijadikan bulan-bulanan perjodohan oleh mereka. Tak terasa biristirahat sembari bersenda gurau, adzan ashar pun berkumandang, segera mereka bergegas menuju mesjid yang tak jauh keberadaannya dari kantin tersebut.

Selesainya mereka beristirahat dan sholat, lalu bergegaas kembali ke tempat praktek untuk penutupan kegiatan praktek di hari itu. Penutupan berupa apel dimana didalamnya memuat evaluasi kegiatan mereka yang telah dilaksanakan kala itu dengan membahas sekilas apa yang akan mereka langsanakan esok harinya. Setelah apel penutupan selessai, semua bergegas pulang. Terkecuali tajjul dan dua orang temannya yang santai-santai saja. Kedua orang teman tajjul ini bernama muhammad tuhaeni dan erwinsyah. Tajjul dan kedua orang temannya ini tidak bergegas pulang, karena mereka menetap di sekolahan. Mereka mendapatkan kepercayaan dari sekoahan untuk mengurus salah satu proyek milik sekolah dan mereka juga mendapatkan tempat tinggal di sekolah tersebut. Setelah semua pulang dan hanya tinggal angin yang berlalu serta bangunan-bangunan sekolah yang nampak, tajjul dan kedua temannya tersebut bergegas menuju tempat mereka tinggal di sebuah ruang kantor guru milik jurusan pertanian. Merka bergegas ke kantor dan mempersiapkan diri untuk membuat makan untuk malam menjelang nanti.

Sudah menjadi sebuah tradisi, dari ketiga orang ini, yang biasa masak yaitu tajjul. Tajjul mempersiapkan makanan, sedangkan muhammad tuhaeni mencari atau membeli keperluan untuk dimasak. Tapi terkadang mereka memasak bersama. Sedangkan erwinsyah mengurus pekerjaan proyek di bidang keadministrasian di komputer. tak terasa waktu berlalu, masakan sudah selesai dan erwin pun menyelesaikan pekerjaannya di komputer. setelah itu, mereka bergegas mempersiapkan diri untuk solat, karena adzan pun telah berkumandang. Mereka sholat menuju mesjid di sekitar sekolah, terkadang mereka solat di kantor. Setelah mereka melaksanakan ibadah solat dan sebagainya, lalu mereka bergegas untuk makan dan beristirahat. Sambil beristirahat, mereka mengulas kembali apa yang menjadi topik pembicaraan teman-temannya tadi dikantin sekolah. Tajjul, kala itu bertanya kepada erwin dan tuhe apa yang akan mereka kerjakan atau mereka tempuh setelah lulus nanti. Lalu erwin menjawab, “saya mah mungkin akan bekerja dulu, atau mesantren, tapi kalau bisa mah saya ingin kuliah”. Tuhe menyambung omongan erwin, “ ya win mending kita mesantren aja, trus kita bisa berbarengan lagi” ujar tuhe. Dan terjadilah pembicaraan yang mulai serius. Tak lama berbicara, lalu mereka balik bertanya kepada tajjul, dan tajjul pun menjawab sama.

Tak terasa dengan perbincangan mereka, waktu menunjukkan pukul 10 malam. Lalu mereka bergegas solat isya bareng dan segera tidur.

Menjelang pagi, adzan subuh berkumandang, lalu mereka bangun dan segera bergegas solat dan mempersiapkan diri untuk sekolah. Untuk sarapan pagi mereka terbiasa di kantin, karena tidak sempat masak. Setelah siap, lalu mereka bergegas ke kantin untuk sarapan, sembari menunggu teman-temannya datang. Tak lama kemudian, teman-temannya datang dan bel tanda masuk sekolah pun berbunyi, lalu mereka bergegas untuk praktek lagi. Setelah apel pagi, pembukaan kegiatan praktek pada hari itu selelsai, semua siswa bergegas menuju lahan praktek. Praktek dilaksanakan dari pagi sampai menjelang ashar. Ketika praktek sedang berlangsung, tiba-tiba salah satu guru yang mengawasi kegiatan praktek menyuruh semua siswa beerkumpul di ruangan. Semua siswa terheran-heran, dan salah satu dari mereka bertanya kepada guru tersebut. Lalu guru tersebut menjawab “ ada pengumuman dari humas sekolah dan kesiswaan”. Lalu semua bergegas menuju ruangan.

Ketika di dalam ruangan, kesiswaan dan humas mengumunkan beasiswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, industri-industri yang menerima siswa-siswa yang siap kerja, dan perusahaan-perusahaan luar negeri yang bersedia menampung siswa yang mau magang di perusahaannya.

Selesai dari pengumuman, tajjul dan kedua temannya memisahkan diri. Mereka membicarakan apa yang telah disampaikan oleh humas dan kesiswaan tersebut. Sedang asik-asiknya proses pembiacaraan, lalu ketua jurusan datang menghampiri. Lalu terlibatlah pembicaraan dengan ketua jurusan. Ketua jurusan bertanya, “kalian mau melanjutkan atau bagaimana, saran bapak kalian tetap dulu aja disini melanjutkan proyek sekolah ini, sambil menunggu kepastian apakah kalian mau melanjutkan atau bekerja di tempat lain. Atau kalau kalian mau melanjutkan, segeralah mencari informasi ke humas mengenai beasiswa yang sudah disampaikan tadi”. tidak lama kemudian, kami langsung mengambil keputusan dengan ingin mencoba beasiswa untuk kuliah. Lalu ketua jurusan bilang untuk menyegerakan mencari informasi kepada humas.

Sedang asik-asiknya perbincangan dengan ketua juruusan, teman-teman yang lain datang menghampiri. Lalu mereka pun terlibat dalam pembicaraan. Mereka pun ada yang berminat untuk mencoba beasiswa tersebut. Lalu semua terfokus pada beasiswa, dan kala itu ketua jurusan memberikan keringanan dengan menyelesaikan praktek sampai jam 12, dan setelahnya mereka dibebaskan untuk mencari tahu informasi selanjutnya mengenai beasiswa ke humas sekolah.

Beberapa saat kemudian, praktek pun selesai. Semua bergegas menuju humas sekolah dan menanyakan informasi beasiswa tersebut. Setelah semua informasi di peroleh, semua siswa bergegas pulang untuk memenuhi persyaratan dan menyegerakan daftar sesuai dengan perguruan tinggi yang dipilih. Ketika pendaftaran, Tajjul memilih perguruan tinggi negeri UGM dan IPB, sedangkan tuhe memilih UNPAD dan IPB dan erwin memilih UNPAD dan IPB.

Setelah semua pendaftaran selesai, dengan persyaratan –persyaratan yang telah dilaksanakan, semua siswa menjalani hari-hari seperti biasanya dengan praktek. Pendaftaran yang telah dilaksanakan tinggal menunggu pengumuman selanjutnya.

Setelah sekian lama menunggu, dan kegiatan pembelajaran sekolah pun telah selesai, semua kelas 12 tinggal menunggu kelulusan. Semua siswa kelas 12 dibebaskan bersekolah, dan difokuskan terhadap pencapaian yang ingin ditempuh setelah lulus nanti. Pada suatu hari, ketika sedang berkumpul bersama, tajjul dipanggil oleh humas untuk menyampaikan informasi mengenai pengumuman beasiswa perguruan tinggi yang di terima dan yang tidaknya. Lalu hari berikutnya semua kelas tiga dikumpulkan. Semua kelas tiga dikumpulkan di lapangan, dan semuanya tampak kelihatan cemas dan semangat penuh harapan. Ketika penngumuman berlangsung, ternyata salah satu teman tajjul ada yang di panggil. Orang tersebut adalah muhammad tuhaeni. Ternyata yang dipanggil itu adalah siswa yang lulus, dan tuhe lulus beasiswa dan diterima di UNPAD. Setelah pengumuman berakhir, ternyata hanya 2 orang yang diterima yaitu tuhe dan teman tajjul lainnya dari jurursan yang lain. Tajjul dan teman-temannya merasa kecewa sekaligus bahagia, meskipun tidak keterima, tapi setidaknya da perwakilan dari mereka yang bisa keterima beasiswa dan lebihnya lagi dirterima nya di perguruan yang memang favorit, yaitu di UNPAD.

Setelah semua berlalu, kini tinggal tajjul dan erwin yang belum pasti masa depannya. Lalu mereka berdua mencoba mencari informasi-informasi lagi kepada humas. Ternyata masih ada beasiswa jalur lain. Tanpa berpikir lama, tajjul dan erwin langsung menyanggupi dan mencoba mendaftar dengan perguruan tinggi yang dipilih sesuai dengan pilihan awal, dan tajjul pun mencoba mengikuti jejak tuhe dengan memilih perguruan yang sama yang dipilih tuhe dan erwin sebelumnya. Setelah mendaftar, tinggal menunggu pengumuman hasil.

Setelah lama menunggu, dengan aktivitas biasa di proyek sekolah, tiba-tiba pada suatu hari ada informasi mengenai beasiswa yang sedari awal tajjul dan erwin mendaftar. Dari pengumuman tersebut ternyata tajjul dan erwin masih tetep tidak lolos. Kekecewaan bercampur aduk dengan kekesalan. Tajjul dan erwin merasa kecewa, sampai mau menyerah. Melihat situasi ini, tajjul dan erwin dipanggil oleh ketua jurusan dan diberikan pengarahan. Timbul semangat baru didalam diri tajjul dan erwin setelah mendapat pengarahan dari ketua jurusan.

Dua minggu setelah hari itu, tiba-tiba tajjul dan erwin dihubungi oleh humas bahwasanya ada peluang beasiswa lain tetapi dengan tahap ujian seleksi. Tanpa berpikir lama, tajjul langsung mendaftar, sedangkan erwin belum. Dia masim merasa kecewa dan menyerah ketika sudah 2 kali mendaftar tapi tidak keterima juga. Tetapi dengan dorongan motivasi dari yang lain, akhirnya erwin pun ikut mendaftar. Erwin tetap dengan pergurun tinggi pilihanyya, sedangkan tajjul mengubah pilihan perguruan tinggi nya ke UPI bandung. Setelah mendaftar, lalu tajjul dan erwin melaksanakan ujian seleksi ke bogor dengan teman-temang yang lain yang ikut pendaftaran beasiswa tersebut. Ujian dilaksanakan selama tiga hari, erwin dan tajjul menginap di sebuah mesjid yang dekat dengan lokasi ujian karena di daerah bogor tersebut ternyata jauh dari kerabat-kerabat dan sanak keluarga ataupun sodara.

Setelah ujian berlalu, ada pengumuman mengenai lulus tidaknya ujian yang telah dilaksanakan. Setelah melihat daftar peserta yang lulus di internet, ternyata nama erwinsyah tidak muncul, sedangkan nama tajjul muncul. Tajjul diterima di perguruan tinggi UPI bandung. Erwin tidak lolos, dan dia merasa kecewa kali ketiganya. Tajjul merasa bahagia setelah sekian lama mencoba akhirnya bisa lolos juga, tetapi tajjul menahan perasaan bahagianya karena erwin tidak lolos. Dengan mencoba membantu erwin, ternyata pihak sekolah memberikan peluang beasiswa kepada erwin untuk kuliah di perguruan tinggi swasta. Tetapi erwin tidak menggubrisnya, dia tidak menerimanya karean kekesalan dan kekecewaan yang terlalu mendalam. Setiap kali mencoba selalu gagal terus, sehingga erwin tidak menerima beasiswa dari sekolah tersebut.

Sekolah mencoba membujuk erwin, sampai orang tua erwin pun dipanggil. Tetapi orang tua erwin pun menyerahkan kembali semuanya kepada erwin, karena mereka berpikir erwinlah yang akan menjalankan ini semua. Dengan keputusan erwin yang tetap pada prinsifnya tidak menerima beasiswa tersebut, sekolah pun berlaku bijak untuk tidak memaksa erwin.

Setelah kejadian itu berlalu lama, tiba saatnya pelulusan. Ketika itu perayaan pelulusan dilaksanakan di lahan sekolah bagia atas, tepatnya di kawasan jurusan pertanian. Perayaan pelulusan berjalan dengan seksama, dengan dibuka oleh bupati cianjur secara langsung dan di liput langsung oleh saluran TV cianjur. Ketika acara pelulusan berlangsung, erwin dipanggil dan ternyata ada sebuah perusahaan peternakan yang membutuhkan seorang staf di bagian manajemen. Erwin menerimanya dan erwin ditempatkan sebagai manajer di perusahaan tersebut. Rasa bahagia muncul dalam diri erwin, meskipun dian tidak menerima beasiswa, tetapi ternyata erwin bisa mendapatkan yang lebih dari pada itu semua.

Lalu erwin, tuhe dan tajjul merayakan kebahagiaan dan anugerah dari allah ini dengan ngeliwet bareng dengan adik-adik kelas. Tetapi kebahagiaan ini tida terlalu lama, karena ternyata ada panggilan untuk tuhe untuk segera menuju ke kampus UNPAD untuk menyelesaikan administrasi dan pendaftaran ulang meskipun pada dasarnya tuhe itu mendapatkan beasiswa bidi misi tetapi administrasi pendaftaran harus dilaksanakan. Tetapi alhamdulillahnya beasiswa bidi misi berarti tanpa biaya sepeserpun. Begitu juga dengan tajjul harus segera ke kampus UPI untum menyelesaikan administrasi dan pendaftaran ulang.

Setelah acara pelulusan dan perpisahan selesai, lalu semua berpisah dan menyalami guru-guru dan orang tua siswa yang lain. Setelah acara tersebut selesai, hari-hari selanjutnya dilakukan sesuai kesibukan masing-masing. Tuhe dengan kampus UNPAD nya, erwin dengan perusahaan barunya begitu pun tajjul dengan kampus UPI nya, begitupun yang lainnya.

Kebahagiaan tajjul hampir terenggut ketika pendaftaran ulang di kampus UPI. Ketika itu pendaftaran ulang ke bandung, tajjul berangkat dengan temannya dan menumpang menuju ke bandung. Ketika pendaftaran di kampus UPI tepatnya di BAAK, teman tajjul ternyata tidak terdaftar sebagai calon mahasiswa yang menerima beasiswa bidi misi, tetapi hanya sebagai beasiswa SNMPTN yang hanya mendapatkan potongan setengah harga yaitu 50 % dari total biaya masuk. Hal tersebut mebuat hati tajjul gelisah, karena pada saat pendaftaran itu dia hanya berangkat sendirian tanpa ditemani sama kedua orang tua, sedangkan temannya tadi ditemani oleh orang tuanya. Ternyata temannya tadi katakanlah namanya TIA, dia harus membayar uang masuk sebesar 10.850.000. untungnya orang tua tia memang orang yang lumayan mapan, sehingga pas hari itu juga dia bisa langsung membayarnya. Lain halnya dengan tajjul, dia kebingungan sampai tidak mau jadi daftar ulangnya, dan kertas yang sudah diisi biodatanya hampir-hampir mau ia sobek. Dengan kecemasannya tersebut, datang seorang ibu-ibu dengan anak perempuaanya menghampiri dan bertanya kepada tajjul. Ibu itu bertanya kepada tajjul apa yang terjadi sampai tidak mau jadi daftar ulangnya. Lalu tajjul pun menjelaskan sedemikian rupa, tajjul merasa setelah lulus diawal dikiranya langsung mendapatkan beasiswa bidik misi, ternyata peraturan baru d kampus UPI menyatakan bahwa penyeleksian tidak selesai di tahap ujian SNMPTN tulis saja, tetapi ada penyaringan lagi di kampus UPI. Lalu ibu tersebut bertanya lagi mengenai pengumuman diterima tidak nya sebagai penerima beasiswa bidikmisi di UPI dengan mengecek kembali daftar namanya di internet. Tajjul kebingungan karena tidak tahu dan karena masih awam di daerah bandung, untuk ke warnet pun tidak tahu. Lalu ibu tersebut mengajaknya ke lantai dua BAAK menemui pa cecep yang pada saat itu berada di bidang kemahasiswaan. Ketika di cek, masih belum nampak nama tajjul tertera, tajjul msemakin terbata-bata matanya. Ternyata yang muncul dari daftar nama yang di terima di UPI sebagai penerima beasiswa bidikmisi dari SMK N 1 Pacet itu atas nama dede ahmad. Ternyata tajjul lupa ketika dia mendaftar nama yang dipakai adalah dede ahmad, sedangkan ketika di tanya untuk di cek nama dia menjawab tajjul. Akhirnya perasaaan bahagia pun tiba. Lalu tajjul pun berterima kasih kepada ibu tadi yang telah membantunya. Setelah itu lalu dia menyelesaikan pendaftarannya dengan perasaan bangga, haru, senang dan berbagai perasaan yang tercampur aduk dalam satu hati.

Setelah pendaftaran ulang, lalu tajjul pulang dengan perasaan yang bahagia bercampur bimbang karena ketika itu dia tertianggal oleh temannya yang tadi berangkat bareng dengannya ke bandung. Teryata tia masih menunggu tajjul, tetapi handpone yang dibawa tajjul mati jadi tidak bisa menghubungi tia, dan tia pun akhirnya pulang duluan tanpa sepengetahuan tajjul. Dengan memberanikan diri tajjul pun pulang sendirian sambil bertanya kepada kakak tingkat dan kepada satpam yang ada di gerbang kampus upi tersebut.

Lalu dia pulang dan sampai ke rumah pada malam hari. Meskipun dengan perasaan cape yang bercampur haru, dia pun menjelaskan langsung semua kejadiaanya di bandung berikut kebahagiaanya mendapatkan beasiswa untuk seumur kuliah di UPI bandung selama 4 tahun dengan kuliah tanpa biaya dari sendiri dan mendapatkan iuran bekal setiap bulannya. Dan beasiswa inilah yang membangkitkan semangat tajjul untuk berkembang dan berjuang di dunia pendidikan ini demi membantu keluarganya. Beasiswa ini yaitu beasiswa BIDIKMISI. Setelah menjelaskan panjang lebar, tanpa disadarai tajjul tertidur, dan sebelum menyelesaikan penjelasnnya, tajjul berharap ketika terbangun nanti akan tumbuh semangat baru, jiwa yang baru untuk menatap masa depan lebih cerah lagi.

Demikianlah cerita sekilas mengenai warna warni yang terjadi yang dialami mengenai bidikmisi ini, semoga berkenan dan menjadi hiburan ataupun luapan motivasi semata untuk pembangkit semangat muda pada diri kita.

LBM Menulis: Dinamika Mahasiswa Bidik Misi dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia by Trias Abdullah (Esai)

1349360706210574051_300x225.07317073171

Dinamika Mahasiswa Bidik Misi dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia

Oleh : Trias Abdullah

            Indonesia adalah negara yang sangat subur dan memiliki potensi alam yang luar biasa. Sebagai negara agraris, pertanian menjadi mata pencaharian terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Indonesia.go.id (diakses 10 Jan. 13) menjelaskan luas lahan pertanian di Indonesia lebih kurang 82, 71 % dari seluruh luas lahan. Lautan di wilayah Indonesia menghasilkan ikan yang potensi lestarinya diperkirakan sebesar 6, 4 juta ton per tahun. Belum lagi potensi hutan yang terdapat di pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra, memiliki kekayaan alam yang sangat kaya, baik Flora dan Fauna yang beraneka ragam, maupun hasil kayu yang luar biasa melimpah.

Namun kekayaan alam dan potensi bumi yang luar biasa tidak menjamin kesejahteraan rakyatnya dalam bidang ekonomi. Republik.com (diakses tanggal 10 Jan. 13) Badan Pusat Statistik (BPS) memperoleh data dari survei yang dilakukan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 29,13 juta orang. Kepala BPS Suryamin merinci dari jumlah penduduk miskin itu sebanyak 15,833 juta berada di Jawa. Dari jumlah itu, sekitar 7,119 juta penduduk miskin berada di kota, sementara 8,703 berada di desa. Perbandingan berdasar jumlah total penduduk, warga miskin di Jawa mencapai 11,31 persen. Setelah pulau Jawa, Sumatra memiliki jumlah penduduk miskin yang paling banyak yaitu 6,177 juta jiwa. Sebanyak 2,049 juta penduduk miskin Sumatra tinggal di kota, dan 4,127 tinggal di desa. Persentase penduduk miskin di Sumatra mencapai 11,31 persen. Istilah “anak ayam yang mati di lumbung padi” menjadi fenomena yang nyata hari ini kita saksikan, dimana banyak orang kelaparan di negeri yang kaya akan hasil bumi ini.

Dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, pemerintah telah berupaya dalam program Beasiswa Bidik Misi yang telah direalisasikan sejak tahun 2010 lalu dan merupakan program 100 hari Menteri Pendidikan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Sebagai upaya perbaikan pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik, program ini patut untuk diapresiasi dan menyikapinya dengan memanfaatkan kesempatan emas ini sebaik-baiknya. Pemerintah berusaha memberikan harapan pada rakyat miskin yang memiliki prestasi dalam bidang akademik. Walaupun sebenarnya untuk mendapatkan beasiswa ini merupakan hak semua anak bangsa.

Mahasiswa yang mendapat Beasiswa Bidik Misi merupakan siswa berprestasi pada jenjang pendidikan sebelumnya, hal ini akan membuka ruang lebih luas bagi munculnya anak bangsa yang terdidik di kemudian hari, baik terdidik secara akademik, mental ataupun keagamaan. Dengan meningkatnya kualitas keilmuan Masyarakat Indonesia di masa depan, maka akan memunculkan sebuah perubahan sosial masyarakat dalam konteks kesejahteraan. Hal ini yang kemudian akan membawa harapan bagi masa depan Bangsa Indonesia yang lebih cerah dan diakui secara kualitas oleh masyarakat dunia. Masyarakat yang memiliki taraf hidup sejahtera tentu memiliki ilmu yang mapan, baik dalam arti teori yang kemudian bisa dibagi dengan masyarakat sekitar, maupun ilmu yang dijabarkan dalam bentuk sebuah keahlian. Mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi ini diharapkan membawa perubahan bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya, menjadi pemutus mata rantai kemiskinan dan pembawa inspirasi bagi orang-orang ‘miskin’ lainya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui jalur optimalisasi potensi keilmuan.

Hari ini, dimana telah terealisasinya program Beasiswa Bidik Misi ini selama tiga tahun (terhitung sejak tahun 2010-2013), program ini mulai menampakan sejumlah permasalahan. Permasalahan ini memang merupakan bagian dari sebuah dinamika, dalam sebuah program, pasti akan ditemukan sebuah permasalahan yang perlu disikapi sebagai sebuah hikmah yang harus digali. Pada awal tahun 2011, ditemukan sejumlah kasus distribusi beasiswa Bidik Misi yang tidak tepat sasaran. Banyak ditemukan adanya data-data mahasiswa yang tidak valid dalam pencatuman ‘tingkat kesejahteraan’, atau dengan kata lain mahasiswa yang mampu secara pembiayaan studi di Perguruan Tinggi mendapat beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak mampu-dan-berprestasi. Namun, permasalahan distribusi beasiswa ini cukup diurus oleh pihak-pihak ‘atas’ yang lebih berwenang dan kompeten untuk mengurus permasalahan ini. Ada permasalahan yang lebih relevan untuk dipecahkan oleh mahasiswa, yaitu kualitas mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi yang perlu di upgrade sesuai tantangan akademik untuk menjaga hasil yang diharapkan ke depan, sebagai bentuk pemenuhan pencapaian tujuan dari direalisasikan program ini. Dewasa ini banyak ditemukan mahasiswa yang mulai kehilangan konsistensi pencapaian prestasi di setiap semester. Kegiatan akademik akan terasa berat jika mental belajar tidak mengimbangi meningkatkan level kesulitan beban mata kuliah. Permasalahan yang sedang ‘menjangkiti’ banyak mahasiswa Bidik Misi ini terus bertambah dari hari ke hari. Dampaknya adanya sebuah fenomena pemanfaatan dana yang telah diberikan pemerintah secara tidak maksimal dalam arti pemerintah telah menjamin seluruh biaya pendidikan, namun pola belajar dari mahasiswa tetap saja tidak meningkat, malah cenderung menurun.

Dalam menyikapi permasalahan ini, memang belum diketahui bagaimana solusi yang pasti, karena sampai saat ini inti dari masalah tersebut masih dalam tahap identifikasi, apakah masalahnya ada pada kesadaran para mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi yang belum nampak pada pribadi mahasiswa tersebut yang kemudian akan di wujudkan dalam sebuah tindakan giat belajar, atau adanya kesalahan distribusi beasiswa yang menjadikan mahasiswa ‘tidak’ berprestasi mendapat beasiswa ini. Untuk menyikapi hal ini perlu tindakan solutif yang terintegrasi agar menjauhnya sebuah solusi parsial tanpa ujung, baik dari pihak mahasiswa sebagai variabel pemecah masalah pertama yang memiliki peranan sentral, atau pihak birokrat kampus sebagai pendukung dan penguat langkah-langkah strategis untuk kepentingan pemecahan masalah ini. Masa depan akan memunculkan sebuah permasalahan yang lebih pelik dari hari ini, oleh karena itu perlu ada penyesuaian diri menyongsong hari esok yang didefinisikan sebagai upaya peningkatan kualitas pribadi.

LBM Menulis: Salah Sangka by Rizka Khairunnisa (Cerpen)

images (2)

Salah Sangka

            “Sudah, kamu kerja di minimarket saja. Anak saya juga gitu. Lumayan, gajinya sejutaan. Daripada jadi beban orangtua, mending kerja kan? Kata anak saya sekarang lagi ada lowongan di tempat dia kerja. Kalau kamu mau Bibi bisa minta dia masukin kamu.”

Aku mencengkeram pegangan cangkir. Rasanya ingin aku banting saja.

“Silakan tehnya,” ucapku sambil meletakkan cangkir di meja. Aku tersenyum. Terpaksa. Sangat.

“Ceu Tiha bener, Neng. Kamu kerja aja. Nenek nggak tau harus dari mana nyari uang buat kamu masuk kuliah.”

Aku mengigit bibir. Nenek sama saja.

“Saya permisi dulu. Punten.”

Aku mengangguk takzim. Lalu berlari ke dapur. Kuletakkan baki di meja dapur. Kepalaku tertunduk lemas. Kenapa semua terasa begitu sulit? Aku menghela napas. Nenek sama sekali tidak menyetujui aku kuliah. Matilah sudah.

¨¨¨¨¨

            Pintu kamar dibuka. Aku buru-buru memejamkan mata. Aku mendengar sosok itu menutup pintu. Lalu kurasakan dia duduk di kasurku.

“Udah tidur ya?” Aku diam. Papa mengusap rambutku lembut.

Hening sejenak. Aku bertanya-tanya, Papa sedang memikirkan apa. “Kamu…” ucap Papa. “Nangis?”

Mataku terbelalak. Bagaimana Papa bisa tahu? Kamarku gelap, dan aku membenamkan wajahku dalam selimut. Bagaimana mungkin?

“Kamu udah jadi anak Papa selama 18 tahun, mana mungkin Papa nggak tahu kalo kamu nangis.” Aku mengigit bibir. “Ceu Tiha ke sini ya? Hhh, ngapain lagi sih perempuan usil itu ke sini. Ikut campur urusan orang aja.” Aku tersenyum kecil. Padahal Ceu Tiha itu istrinya teman SMA Papa, masa dibilang usil.

“Jangan dengerin omongan dia. Biarin aja, anggap burung beo. Nenek lagi, omongannya ditelen bulet-bulet. Ckckck.” Aku tertawa. Lalu membalikkan badanku agar menghadap Papa. Papa menatapku sambil tersenyum.

“Kamu pengen kuliah?” tanya Papa. Aku mengangguk kuat. “Maka kamu akan kuliah.” Mataku berbinar.

“Makasih, Pa.” Aku memeluk lelaki separuh baya itu.

“Sama-sama, Sayang.” Papa balas memelukku erat.

Terdengar bunyi dering. Papa melepas pelukanku. “Tidur, ya.” Aku mengangguk.

Papa keluar kamar dan menutup pintu. Lamat-lamat aku mendengar Papa berbicara dalam telepon.

“…ke mana-mana, tapi nggak ada hasil. Makanya saya ngehubungi kamu. Yah, siapa tahu bisa bantu sedikit. Kasihan, dia pengen kuliah. Masa orangtuanya kuliah, anaknya enggak?.”

Tenggorokanku tercekat. Jadi, alasan Papa tiap hari pulang malam, pergi cari uang buat aku kuliah?

“Dua belas juta, Yat. Yah, mau gimana lagi? Bidik Misi nya nggak keterima, Cuma 450 orang. Padahal yang daftar ribuan. Kasihan si Neng.”

Lalu hening. Aku tidak mendengar suara Papa.

“Oke lah. Nggak apa-apa. Nyantai aja, kita kan sepupu. Nggak usah maksain. Saya juga ngerti. Dua juta cukup, nanti saya cari sisanya.”

Aku tidak kuat lagi. Papa begitu kerja keras. Nenek benar, aku cuma jadi beban.

¨¨¨¨¨

            Aku mengintip ke dalam kelas. Sedang ujian. Tampak wajah-adik-adik kelasku yang berkerut. Kening mereka terlipat, seperti kulit lumpia yang dilipat jadi martabak telor.

“Ah, Rizka!” Aku kaget. Pengawas ujian menangkap basah wajahku yang sedang mengintip. Seisi kelas langsung menoleh ke arahku.

Bu Ida berdiri dari kursinya. “Jangan ribut. Ibu pergi sebentar.” Terdengar desah bahagia dari mulut mereka.

Bu Ida melenggang menuju pintu, menghampiriku. “What are you doing here, Darling?” Senyumnya luar biasa. Seperti guru killer lainnya, senyumnya tampak jumawa. Bagiku biasa saja. Tapi bagi anak-anak lain, itu adalah senyum yang ‘membunuh’.

“I miss you, Mom.” Aku nyengir. Bu Ida tertawa. Aku memang dekat dengan guru Bahsa Inggrisku ini.

“What about your college, Honey? Why don’t you choose English?”

Aku nyengir lagi. “Saya juga milih Bahasa Inggris, Bu. Tapi pilihan kedua. Yang keterima pilihan pertama.”

“Well, it’s okay. Berarti kamu jadi penerus Bu Maryati, dong?” Aku tertawa. “Kenapa? Kok murung? Mau cerita?” Bu Ida mengangkat alis ramah. Aku menggigit bibir.

¨¨¨¨¨

            Aku memandang berkeliling. Ruangan ini megah sekali. Ada dua lantai dan sangat luas. Ada panggung di depannya. Di sana ada sebuah meja panjang dan besar, beberapa bapak-bapak duduk di sana. Pasti orang penting di sini.

“Ini apa namanya, Neng?” tanya Papa. Dari tadi kepalanya celingukan, bertanya-tanya dari bahan apa lantai gedung ini.

“Auditorium, Pa. Auditorium FPMIPA.” Papa mengangguk-angguk.

Aku memandang ke arah tempat duduk. Ternyata cukup banyak orang yang bernasib sama spertiku. Berarti aku tidak sendirian. Aku termenung, kembali teringat kata-kata Bu Ida beberapa hari yang lalu.

            “Peduli amat sama nenek kamu, yang penting papa kamu ngedukung, kan?” Aku mengangguk lemah. “Ya udah, yakin aja. Yang jadi masalah itu kalau papa kamu ikut menentang, nah itu lain ceritanya. Kalau papa kamu masih bersedia berusaha untuk kamu, nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Tinggal kamu belajar yang bener nantinya. Ngapain kamu susah-susah belajar di SMA kalau ujung-ujungnya kerja di minimarket. Sayang otak kamu kalo nggak dipake.” Aku nyengir. Aku senang dengan guruku satu ini yang asli Medan. Kata-katanya luar biasa.

            “Yang ngejalanin itu kamu, bukan Nenek kamu. Kamu harus kejar sendiri impian kamu.Buat almarhum Mama kamu bangga.

“Untung kita boleh bayar 25%,” kata Papa membuyarkan lamunanku. “Jadinya berapa?”

“Dua juta tujuh ratus,” jawabku datar. Aku menatap panggung lagi. Namaku belum dipanggil-panggil untuk menghadap pembantu dekan.

Pahaku geli. Langsung kurogoh saku. HP-ku bergetar berkali-kali. Ada sms masuk.

Teteh di luar, Riz. Bisa keluar sebentar nggak?

“Pa,” seruku.

“Hm?”

“Teh Ditha di luar. Neng keluar sebentar, ya?” Papa mengangguk.

Aku berlari menuju pintu keluar auditorium. Di sana sudah berdiri seorang perempuan berkerudung membelakangiku.

“Teh Ditha?” Perempuan itu membalikkan badan. “Udah lama ya?”

Dia menggeleng. “Nggak kok.” Dia langsung membuka resleting tasnya.

Aku mengamati gerakannya. Dia mengeluarkan dompetnya yang cukup tebal. “Ini,” katanya sambil mengangsurkan segepok uang. Aku melongo. “Semuanya satu juta. Ini uang buat bayar kost Teteh, tapi masih bulan depan kok. Pake aja dulu.”

Aku menatapnya tidak percaya. “Tapi, Teh—”

“Udah, pake aja. Teteh pergi dulu, ya.” Teh Ditha memasukkan dompet dan menutup tasnya.

“Makasih, Teh.”

Tapi Teh Ditha sudah berlari menuju tangga.

¨¨¨¨¨

            “Untuk semua mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Biologi, silakan mempersiapkan alat-alatnya karena sekarang kita akan segera kembali ke Gymnasium untu mengikuti penutupan acara MOKA-KU UPI 2011.”

Aku memasukkan buku dan alat tulisku, kemudian kami semua berbaris dengan tertib. Aku sedikit mengantuk, dari tadi diberi ceramah ini-itu tentang ospek jurusan. Aku ingin segera selesai lalu pulang ke rumah.

“Hai, nama kamu siapa?”

Aku menoleh ke asal suara. Seorang gadis yang mungil, tingginya sepundakku. Kulitnya putih, matanya sipit. Dia tersenyum.

“Aku Pina dari SMA 25. Kamu?”

Segera, seperti disengat listrik jutaan volt. Badanku langsung tegang seketika.

¨¨¨¨¨

Hari itu panas terik. Debu beterbangan dari jalan yang berpasir. Motor lalu lalang membawa asap dan membuatku terbatuk. Aku sampai di warnet ujung jalan. Kosong. Aku bisa memilih komputer manapun yang aku suka.

Aku membuka website Universitas Pendidikan Indonesia dan mencari namaku dalam daftar nama penerima beasiswa Bidik Misi.

SMA N 1 Batanghari Afri Irawan Biologi
SMA N 25 Bandung Pina Rosica Biologi

Hanya dua orang dari jurusan Biologi. Sisanya Pendidikan Biologi. Aku mencari lagi ke tabel bagian bawah. Tetap tidak ada namaku. Seketika kurasakan tubuhku seperti diaduk. Aku lekas berdiri dan keluar warnet. Kucari selokan terdekat. Kumuntahkan semua sarapanku tadi pagi. Juga obat yang diberikan dokter kemarin yang terasa sangat pahit melewati kerongkonganku.

Aku mengusap bibirku. Dan pipiku. Segera aku kembali ke dalam warnet. Aku menulusuri namaku sekali lagi tapi tetap tak ada. Aku menatap dua nama yang pertama aku lihat.

Aku kenal Afri, kita pernah bertemu di kampus karena sama-sama masuk jalur SNMPTN Undangan. Tapi, siapa Pina?

¨¨¨¨¨

            Yang kulihat hanya lautan warna hitam dan putih. Bukan, bukan papan catur. Tapi ribuan mahasiswa baru yang baru keluar Gymnasium. Semuanya memakai kemeja putih dan bawahan hitam. Aku berjalan melewati beberapa rombongan. Beberapa di antara mereka memakai jas almamater.

“Pulang?” Aku menoleh ke asal suara. Laki-laki tinggi dengan kemeja putih dan dasi hitam menghampiriku. Afri.

Aku mengangguk. “Bareng yuk.” Aku meliriknya sekilas dan melanjutkan berjalan.

Kami melewati gedung Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Jalannya menurun.

“Tadi kenalan sama siapa aja?” tanyanya.

Aku diam sejenak. “Banyak.”

“Udah kenalan sama Pina? Yang kecil-kecil itu, cerewet pisan. Ckckck.”

Langkahku terhenti. Dia menoleh.

“Kenapa?”

Aku menggeleng. “Nggak apa-apa. Yang anak Bidik Misi itu, ya?”

Dia mengangguk. “Oh iya, gimana sekarang?”

“Apa? Siapa?”

“Kamu.”

“Oh,” kataku. “Jadi mahasiswa regular.”

“Bayar SPP, dong?”

Aku mengangguk, lalu diam. Dia juga diam.

“Ntar rezekinya pasti ada.”

Aku tersenyum dan mengangguk. Dalam hati aku berkata ‘amin’.

¨¨¨¨¨

            Setahun kemudian.

“Makasih ya, Teh.” Wajahnya tampak berbinar.

Aku tersenyum. “Sama-sama. Maaf cuma bisa minjemin segitu. Kalo buku-buku mata kuliah kependidikan pinjem aja ke yang lain yang anak pendidikan. Teteh nondik soalnya.”

“Iya, Teh. Nggak apa-apa. Segini juga cukup.”

“Oh iya, gimana kabar Bapak sama adek-adek?”

“Alhamdulillah baik, Teh. Bapak sekarang kerja terus. Biar Gina bisa tetep kuliah.” Aku tersenyum. “Kata Bapak nggak apa-apa kalo Gina nggak keterima Bidik Misi, Teh. Mungkin Ginanya aja yang lagi nggak beruntung. Yang butuh kan banyak, nggak cuma Gina doang. Jadi, nggak apa-apa lah. Yang penting Gina belajar yang rajin.” Aku terdiam.

“Saya permisi dulu, Teh. Bentar lagi masuk. Makasih ya, Teh.”        Aku mengangguk dan memandang sosoknya yang berlalu. Aku berjalan menyusuri koridor. Kumasukkan tanganku ke dalam saku jaslab. Dingin. Aku sibuk mencerna kata-kata adik tingkatku barusan.

Kubuka pintu Laboratorium Struktur Hewan, suasananya masih seperti terakhir kali aku tinggalkan.

“Dari mana?” tanya Dita. Dia sedang berkutat dengan laptopnya.

“Ketemu maru,” jawabku singkat.

“Ngapain emang?” tanya Nilam yang sedang menuang larutan.

“Dia minjem buku, barusan serah terima.” Kulihat mulut mereka membulat. “Mana Pina?”

“Di depan, lagi ngecek,” jawab Nilam.

“Ngecek apa?”

“Darah,” jawab Dita.

Aku berjalan menyebrangi ruangan. Melewati teman-teman sekelasku yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku menghampiri gadis yang duduk di atas kursi yang agak tinggi, sibuk mengintip mikroskop.

“Pin, aku—”

“Boleh minta tolong nggak?”

“Hah?”

Pina menjauhkan wajahnya dari mikroskop dan menatapku.”Tolong liatin. Ini sel darah merahnya udah bagus belum?”

Pina bangkit dari kursinya. Aku duduk dan mengintip mikroskop.

“Belum, masih mengkerut. Belum bulat utuh.” Aku bangkit berdiri.

“Belum bagus kayak kelompoknya Afri, ya?” Aku mengangguk. Pina kembali mengintip.

“Pin, aku…” Pina menatapku. Dia memasang wajah lucu.

“Kenapa? Tadi mau ngomong apa?”

“Em, aku…” Kugaruk hidungku. “Aku minta maaf, Pin.”

Wajah Pina terlihat bingung. “Maaf apa? Emang kamu ngapain?”

Aku menggigit bibir. “Jujur, aku dulu nggak suka sama kamu, Pin.” Aku menatapnya sekilas lalu menunduk. “Waktu awal kuliah, aku nggak suka sama kamu. Waktu itu aku nggak keterima Bidik Misi. Waktu aku liat pengumuman, nggak ada nama aku, tapi nama kamu. Padahal aku pengen banget keterima. Waktu itu juga aku lagi sakit. Waktu kenalan sama kamu, aku mikir. Kenapa anak ini yang dapet? Kenapa bukan aku? Aku ngerasa nggak adil. Padahal aku juga butuh, tapi kenapa aku nggak dapet? Kenapa Allah pilih kasih sama aku?”

Aku diam. Mengigit bibir lagi. “Tapi aku sadar, sebenernya banyak orang yang butuh beasiswa itu, nggak cuma aku. Afri juga butuh. Kamu juga butuh. Aku terlalu berpikir buat diri sendiri. Aku minta maaf, Pin. Aku udah salah sangka sama kamu, aku udah suudzon. Maaf ya, Pin.” Kuberanikan diri memandang wajahnya.

Tak kusangka, dia nyengir. Dia tidak berkata apa-apa malah mematikan mikroskop dan berdiri melepas jaslabnya.

“Kamu ngomong apa, sih? Woles aja, lah. Toh itu udah setaun yang lalu.” Aku menatapnya bingung. “Sekarang nggak ada masalah, kan? Kamu udah dapet Bidik Misi gelombang 2 kan? Ya udah, nggak usah dipikirin. Kayak gitu doang.” Dia tertawa. “Dita, Nilam, shalat yuk. Udah ashar. Haduh, sampe maghrib lagi nih kayaknya. Udah jadi kuncen lab aja.” Pina menghela napas. Dita dan Nilam tertawa.

Aku tersenyum, lalu tertawa sendiri. Anak ini, dia makan apa sih?

“Riz, shalat yuk. Udah, nggak usah dipikirin. Dimaafin kok.” Dia menepuk bahuku. Kemudian berjalan ke arah Nilam dan Dita.

“Tunggu!” teriakku. Ketiga temanku menoleh. Kemudian mereka malah berlari keluar lab.             Aku tersenyum dan melepas jaslabku. Terima kasih, Alah. Terima kasih, Papa. Terima kasih, Bu Ida. Terima kasih, Teh Ditha. Terima kasih, Pina. Aku sayang kalian.

Aku segera berlari mengejar teman-temanku. Seperti aku mengejar takdir dan impianku.

LBM Menulis: Untaian Seindah Mutiara by Ana Sopian (Cerpen)

images (1)

Untaian Seindah Mutiara

(Cerita fiksi ynag diilhami dari peristiwa nyata)

Oleh: Ana Sopian, Mahasiswa FPMIPA

Langit begitu biru, memberikan kesan cerah dan harapan, serta awan yang berjalan-jalan perlahan penuh siratan ketenangan. Namun tidak disini. Tidak dengan lelaki yang ada di sudut sana, dengan kemeja putih bergaris yang sudah dua kali Idul fitri ia mengenakannya, yang memang terlihat matching dengan rambut yang hampir semua memutih. Entahlah apa sudah dari tadi ia terus berdiri dengan gaya khasnya, yakni dengan menyimpan kedua tangan di punggung dengan posisi tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri? Entahlah. Karena sebenarnya ia b isa duduk pada pelataran tembok  yang tidak tinggi dekat parkiran yang memang sepertinya diperuntukkan bagi orang yang ingin duduk-duduk di depan gedung.

Ya, mungkin hatinya sedang tidak tenang. Tidak tenang menunggu. Menunggu seseorang yang masuk ke ruangan yang tidak bisa ia antar lagi karena kakinya sudah tak mampu untuk turun naik-tangga, tubuhnya sudah tak sanggup untuk kesana-kemari setelah ia hilir-mudik PKM-BAAK. Memang, selain faktor usia, dirinya pun sekarang sudah mulai sakit-sakitan. Kalau bukan demi buah hatinya tercinta, harapan  keluaga, tidak akan ia paksakan untuk menempuh tiga jam perjalanan untuk menghadiri interview direktorat dan proses lain terkait advokasi mahasiswa. Ya peupeuriheun dia tidak bisa bantu anaknya lebih lagi, apa boleh buat. Selain itu, ia pun measakan bagaimana rasanya kalau semangat menuntut ilmu dibendung oleh orangtua hanya karena tidak ada dana.

Ia sempat mengutarakn rasa sesak dan kecewa pada dirinya sendiri, ia merasa gagal sebagai ayah, tidak bisa membantu apa-apa pada anaknya.  Namun ia salah besar, karena di mata kami,   justru ia adalah ayah yang begitu luar biasa teladan yang tiada duanya. Bagiamana  perjuangannya pada keluarga di tengah sakitnya, juga pengorbanannya, serta sikapnya selalu mendahulukan orang lain, tidak hanya pada kelurga, tapi orang lain yang tak dikenalnya sekalipun.  Bahkan, bagaimana sikapnya saat dizalimi orang lain, tak pernah membuatnya kapok untuk berbuat baik pada yang lain, senantiasa melekat pada diri kami untuk kami teladani.

“Plak.” Seseorag menepuk pundakku.

“Ayo, kenapa berjalan pelan-pelan? Sebentar lagi dimulai nih.”, ucapnya. Namun, aku hanya tersenyum, karena tak tahu harus jawab apa.

“Di depan parkiran itu tak ada siapa pun, Teh.”  Sambil melirik ke arah parkiran.

Aku pun melihat kembali parkiran BAAK sana, namun tatapanku jauh menerawang.

“Ibu dan adi-adik sehat khan teh?”

“Alhamdulillah, sehat.”

“Teteh yang sabar ya.. Teteh pasti bisa..”, ucapnya lembut sambil tersenyum.

Seketika itu pula, berrrrr.. Seolah ada angin semilir yang mengelilingi tubuh ini. Menyusup ke ruang antarsel. Betapa sejuknya.  Itulah senyumnnya yang selalu aku rindukan. Dimana pun aku bertemu dengan mereka atau salah satunya, seolah ada tambahan ATP yang mengalir di setiap sel tubuhku, yang membuat setiap sel-sel ototku semangat untuk berkontraksi. Ya, itulah keluargaku di kampus ini.

Keluargaku ini begitu peduli akan teman-teman dan program bidikmisi ini. Keluargaku ini begitu semangat untuk membentuk suatu wadah komunikasi untuk membentuk mahasiswa bidikmisi yang potensial dan solid, dan  berharap ke depannya menjadi semakin fungsional, serta berarti bagi kampus dan masyarakat.

Ya, harapan itu mulai diwujudkan pada pertengahan Desember itu. Diawali oleh niat mulia untuk berbagi kebahagiaan dengan yang lain sebagai bentuk syukur, sebagian besar mahasiswa bidikmisi berkumpul dan menyepakati untuk membentuk sebuah forum. Karena kami sadari,  kami memiliki kebutuhan yang sama akan beasiswa ini sehingga perlu adanya wadah untuk saling berkomunikasi, berbagi informasi, dan memiliki kekuatan pasti untuk berani bermimpi. Hingga lahirlah Forum Silaturahmi Bidikmisi UPI, dengan ketua dari Jurusan Psikologi. Kemudian,  dibentuk enam orang pengurus inti di bawah ketua umum. Selanjutnya dibentuk ketua departemen saat silaturahmi akbar, hingga mumadiksi yang melahirkan nama “Lingkar Bidik Misi (LBM) UPI”. Hingga tiba pergiliran ketua yang ke-2d, yakni mahasiswa dari Jurusan Pendidikan Ekonomi.

Organisasi yang dibentuk oleh sekumpulan mahasiswa baru, oleh anak-anak yang baru lulus SMA, tentu tidak akan langsung sempurna, tidak akan langsung stabil, namun seiring berjalannya waktu harus mengalami beberapa pembenahan, banyak yang harus diperbaiki. Jadi, jika ada kecacatan sudah sepatutnya disampaikan. Bukan dipendam atau disebarluaskan ke luar. Pengurus pun sebenarnya tidak pernah tertutup atau merasa eksklusif, karena pengurus  membutuhkan semuanya, butuh dukungan, dan partisipasi aktif mahasiswa bidikmisi.

“Assalamu`aalikum…”

“Wa`alaikumussalam..”

“Eh Teh.. sehat khan Teh?”

“Alhamdulillah.. terima kasih ya doanya..”

“Yang sabar ya Teh. Ayah Teteh sudah tenang, dan sudah senang di dekat-Nya”

“Aamiin… terima kasih ya Pa Ketu..”

“Iya terima kasih juga sudah berkumpul kembali, Teh. (Kemudian wajahnya berbalik pada teman-teman yang lain). Terima kasih juga teman-teman telah in time, tapi kita tunggu Kadep Humas  ya, sampai waktu telah kita sepakati.”Ucap Ketua LBM.

Ya memang begitulah seharusnya, rapat bukan lagi harus saling menunggu, tidak lagi ada anggapan bahwa rapat akan terlambat, namun bagaimana setiap anggota memposisikan diri, bahwa dirinyalah yang paling telat, bukan menyangka-nyangka bahwa teman-teman akan terlambat.

“Itu dia”. Ucap salah seorang menunjuk orang yang lari-lari dekat PKM yang menuju ke depan Isola.”

Ya, itu dia kadep Humas yang tengah berlari-lari mengejar waktu rapat yang lima menit lagi akan dimulai. Ia adalah kadep yag bertanggungjawab atas penyebaran informasi ke mahasiswa BM. Ia juga yang penanggungjawab akan facebook dan web LBM. Ya, facebook yang ramai terutama saat awal bulan, oleh pertanyaan seputar  pencairan.

Tidak salah juga, setidaknya mereka masih menyapa pengurus. Selain itu, memang uang bidikmisi ini adalah sumber satu-satunya sebagian besar dari mereka, karena tidak sedikit mahasiswa LBM yang sudah terputus dari keuangan orangtua, malahan ada yang harus memberi pada orangtuanya. Walau memang tidak dipungkiri, ada pula teman BM yang keadaannya tidak masuk kategori penerima BM. Dalihnya karena tidak mau merepotkan orangtua, ia ingin berbakti pada orangtua. Memang niatan yang mulia, tapi jika orangtua masih bisa, kenapa tidak? Bukankah itu lebih baik daripada mengambil hak orang yang membutuhkan?  Menurut kaidah ushul fiqh, menghindarkan madharat lebih baik daripada mengambil manfaat. Karena program bidikmisi mengandung misi dari pemerintah, sebagai salah satu upaya pemutus rantai kemiskinan. Karena pemerintah sadar betul, pendidikan akan bisa mengubah pola pikir yang akan berdampak pada perubahan kebiasaan, yang akan merubah karakter, hingga brdampak pada perubahan hidup lebih baik lagi.

Seperti halnya diriku juga. Tidak mungkin aku seperti sekarang jika aku tidak menginjakan kaki di sini. Sungguh suatu kebahagiaan yang luar bisa pula, bisa menjadi jalan bagi yang lain, jalan bagi keluarga besar untuk memiliki cita-cita yang tinggi, jalan bagi adik-adik di kampung untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi, untuk hidup lebih baik, juga jalan bagi masyarakat untuk memiliki paradigma bahwa uang bukanlah segalanya, namun cita-cita dan usaha keinginan untuk berjuanglah yang utama.

Ya, cita-cita yang bulat dan yakin, serta kesabaran dalam perjuangan. Seperti dahulu, kalau tidak ingat cita-cita, hari ini aku sudah bekerja di perusahaan optik, juga kalau bukan karena kesabaran, aku sudah menyerah menjalani rangkaian panjang advokasi, yang mengharuskan aku dan beberapa teman lain sit in di kelas dalam beberapa pekan dengan keadaan No NIM. Ya, begitu sulitnya.

Semua perjalanan panjang itulah yang harus bisa menguatkan aku. Bagaimana perih dan sulitnya. Maka, saat di kampus, sungguh tak ada waktu untuk menyia-nyiakan waktu. Setiap waktu adah ilmu, karena aku kesini adalah untuk menutut ilmu. Namun, tentu yang perlu diingat adalah ilmu itu milik siapa? Ilmu adalah milik Allah, jika ingin mendapatkan imu berarti harus mendekat pada Allah, sang pemilik.

Adapun pengertian ilmu disini bukan hanya pelajaran di bangku kuliah. Karena, organisasi pun termasuk menuntut ilmu. Jika niat berorganisai bukan karena ingin mencari pengaruh atau kedudukan, namun semata-mata ingin bermanfaat, dan ingin mempermudah orang lain, maka aku yakin Allah akan membuatku mudah dalam meyerap ilmu, dan efektif dalam belajar.

“Tapi, ini konsepnya masih prematur, kang.” Terdengar ucapan ketua yang sedikit meninggi, walau wajahnya terlihat tenang.

“Prematur, bagaimana? Ini sudah jelas. Saya juga telah memulai ini. Banyak juga mahasiswa BM yang peduli, dan appreciate.”

Obrolan yang tadinya hangat, jadi memanas.

“Bagaimana mungkin sudah dimulai sedangkan akang tidak pernah menjelaskan pada saya.”

“Bukannya saya sudah bilang saat rapat kerja? Saya tidak bisa seperti ini. Tiba-tiba saja dihentikan.Semuanya telah saya korbankan untuk ini.”

Tak lama dari itu, kami berpisah dalam keadaan tidak mengenakan. Tapi, sepertinya hanya salah faham belaka. Tidak ada yang salah dari masalah ini. Ini adalah bagian dari pendewasaan diri dan organisasi. Aku tahu bagaimna mereka. Mereka adalah orang yang punya komitmen kuat pada forum. Tapi, memang mereka punya pikiran masing-masing yang sama kuat. Aku yakin, mereka hanya butuh duduk bersama lagi setelah semuanya dingin, dan musyawarah dengan pengurus yang lain. Namun, keduanya pun harus saling memahami, juga semua pengurus, yang memahami kebaikan dalam kedua pandangan, dan memilih yang lebih baik, dan sedikit resikonya. Selain itu, harus bijak dan menerima segala hasil musyawarah. Karena hasil musyawarah itu, jika benar dapat poin 2, jika salah 1. Sedang jika pendapat sendiri, benar 1, dan salah 0.  Terlebih jika ada kesalahan dalam organisasi, bukan karena seseorang, tapi itu adalah kesalahan bersama, dan tanggung jawab bersama, karena organisasi layaknya satu tubuh.

Yah, semoga segera membaik. Semoga Ketua bisa sering menyapa, dan Kadep pun bisa curhat.

Setelah beberapa hari dilewati dengan tidak enak pikir, aku melihat dua orang di depan gedung pascasarjana.

“Itu seperti Ketua dan Kadep.”

Subhanallah. Betapa terharunya aku,5 hari yag lalu mereka keras-kerasan dalam berbicara. Sedang kini, mereka berpapasan dan saling menyapa, mereka salam sambil berjabat tangan dan saling memeluk, seperti yang dicontohkan rasul saw. jika bertemu shahabatnya. Semoga ini pertanda baiknya mereka, dan kembali solidnya LBM.

Sesungguhnya hanya Allahlah yang menyatukan hati-hati, jika setiap orang  membelanjakan seluruh hartanya, tidak akan ada yang bisa menyatukannya. Sungguh karunia yang tak ternilai, bisa merasakan salah satu ni`mat surga di dunia, yakni persaudaraan. Persaudaraan ini merupakan untaian seindah utiara, malahan lebih indah dari itu.

LBM Menulis: Kado Terindah Untuk Ibu by Mariatul Qibtiah (Cerpen)

kado ibu

– Kado Terindah untuk Ibu –

Zulfa adalah seorang siswi SMA. Dia terlahir dari keluarga yang sederhana. Zulfa adalah seorang anak yang dekat dengan Ibunya, karena kondisi Ayah yang mempunyai hubungan kurang harmonis dengan Zulfa dan kedua kakaknya, dan hal ini yang membuat Zulfa harus mandiri. Namun, keadaan yang seperti itu tidak membuatnya terpuruk. Zulfa adalah siswa berprestasi di sekolahnya, terbukti dengan prestasi yang diraih selalu menjadi top three di kelasnya.

Hari demi hari dilalui Zulfa ketika duduk di semester 2 kelas XII sambil mempersiapkan Ujian Nasional yang dilaksanakan bulan Maret. Zulfa adalah seseorang yang mempunyai impian untuk bisa melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi. Tapi sering kali Zulfa kebingungan memikirkan biaya yang harus disediakan olehnya, karena dia harus membiayai sendiri jika ingin kuliah, mengingat kembali bahwa ayahnya kurang memperdulikan dan memperhatikan Zulfa termasuk untuk pendidikannya.

Suatu ketika datanglah 3 orang mahasiswa Universitas Nasional PASIM (UNAS PASIM) Bandung yang membawa informasi beasiswa ke sekolah Zulfa, beasiswa itu bernama PUB (Pemberdayaan Umat Berkelanjutan), dimana beasiswa ini membebaskan seluruh biaya registrasi mahasiswa bahkan asrama dan uang sakupun disediakan. Ketika Zulfa mndengar informasi tersebut, terlihat wajah yang senang karena mendengar kesempatan emas yang dapat mengantarkannya ke bangku kuliah tanpa memikirkan biaya besar yang harus dikeluarkannya. Kebetulan test pertama beasiswa itu dilakukan satu minggu mendatang, sejak itu Zulfa langsung menyiapkan kelengkapan administrasi yang harus dibawanya ketika pendaftaran. Dengan hasrat yang tinggi waktu dua haripun selesai untuk Zulfa mempersiapkan seluruh kelengkapan administrasi, dan Zulfa melakukannya sendiri, mulai dari memepersiapkan surat rekomendasi sekolah, rapot sekolah, SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari kelurahan, sampai administrasi yang lainnya. Karena pada saat itu Zulfa belum mau memberitahukan kepada Ibu atau keluarga yang lainnya bahwa ia sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti test beasiswa kuliah,  sebab Zulfa hanya ingin memberitahukan keberhasilannya kelak setalah masuk ke perguruan tinggi dengan mendapatkan beasiswa, inilah Kado Terindah yang ingin diberikan Zulfa untuk Ibunya.

*************

Waktu untuk test pun akhirnya menghampiri, tepat dihari Senin jam 05.30 Zulfa langsung bergegas pergi dari rumah menuju kampus UNAS PASIM yang terletak di daerah Pasteur, pada waktu itu Zulfa pamit kepada Ibunya dengan alasan akan mengantar teman yang daftar kuliah. Dua jam kemudian tibalah Zulfa tepat di depan Graha UNAS PASIM, dengan bermodalkan nekad dan  niat untuk membahagiakan Ibu nya, dengan modal percaya diri Zulfa masuk dan langsung menuju ruangan test setelah memberikan berkas administrasi persyaratan yang harus dibawa.

“Bismillahirrahmanirrahiim, Lahaula Walaquwwata Illa Billa Hil’aliyyil ‘Azhiim…..”, kalimat tersebut yang dikeluarkan dari mulut Zulfa sebelum memegang ballpoint ketika akan mengisi soal.

 90 menitpun sudah dilalui oleh seluruh peserta test untuk mengisi soal, dikumpulkanlah lembar jawaban peserta test kepada pengawas, dan peserta test diminta menunggu sekitar 60 menit untuk menunggu hasilnya. Sambil berbincang-bincang dengan senior disana mengenai bagaimana beasiswa PUB dan bagaimana kehidupan di asrama, waktu 60 menitpun sudah lewat, dan masuklah panitia pelaksana test itu dengan segera mengumumkan hasil testnya. Nama demi nama yang dikeluarkan dari mulut panitia, belum ada yang menyebutkan nama Zulfa, dan akhirnya sampai nama yang terakhir tidak ada nama Zulfa yang tertera dicatatan panitia.

“Huuuuhhhh, mungkin ini belum saatnya aku memberi kado itu untuk Ibu, tapi aku akan tetap berusaha”, demikian perkataan Zulfa dalam hatinya.

Rasa kekecewaan itupun sidikit terobati ketika panitia mengumumkan kembali terkait adanya gelombang dua bagi peserta yang belum lulus pada saat itu, test itu akan dilaksanakan satu bulan mendatang.

Zulfa pun berucap dengan suara yang hanya terdengar olehnya, “Alhamdulillah, Allah tahu hamba-Nya yang bersungguh-sungguh, aku akan pergunakan kesempatan emas yang kedua itu”.

**************

Sebelum test gelombang dua PUB, waktu Ujian Nasional pun datang, inilah waktu yang sangat menegangkan bagi Zulfa dan teman –temannya. Dengan ikhtiar yang sudah dioptimalkan disertai do’a, Zulfa menyerahkan semuanya pada Sang Khalik. Zakiah yakin Allah akan memberikan hasil sesuai dengan ikhtiar yang dilakukan oleh hamba-Nya.

*************

“4 hari UN pun sudah aku lalui, ikhtiar sudah ku optimalkan, Lulus UN pun selalu aku hantarkan disetiap do’a ku, tinggal menunggu jawaban-Nya. Yang harus kulakukan sekarang adalah bersiap untuk mengikuti test gelombang dua PUB”, ucapan Zulfa pada dirinya sendiri.

Suatu hari ketika selesai Ujian Praktek Biologi, kepala sekolah mengumpulkan Zulfa dengan teman-temannya yang merupakan siswa peringkat 10 besar di kelas XII IPA dan IPS. Ternyata disana disampaikan informasi beasiswa dari DIKTI yang diperuntukkan untuk siswa yang ingin masuk kuliah ke Perguruan Tinggi Negeri dengan keterbatasan ekonomi tapi mmpunyai kelebihan dalam bidang akademik, beasiswa itu bernama BIDIK MISI. Tapi entah kenapa ketika mendengar itu Zulfa tidak langsung merespon, dan ternyata Zulfa merasa tidak percaya diri.

“Jangankan masuk PTN yang di favoritkan orang banyak, kemarin pun aku belum bisa lulus di test PUB, apalagi PTN di Bandung seperti ITB, UNPAD dan UPI adalah kampus yang jadi target pertama orang elit yang mau kuliah, sepertinya aku enggan untuk bermimpi setinggi itu..”, ujar Zulfa mengeluh dalam hatinya.

Tapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya tidak membiarkan Zulfa untuk melepaskan begitu saja kesempatan emas ini. Dengan dorongan kuat dari pihak tersebut, Zulfa pun akhirnya bersedia untuk mendaftarkan diri sebagai pelamar beasiswa Bidik Misi ke UPI Bandung, karena pihak sekolah menyarankan untuk mendaftar Bidik Misi di UPI dengan alasan kedepannya tenaga guru akan banyak dibutuhkan.

Zulfa pun dengan tidak tahu apa-apa tentang UPI dan tidak tahu apa-apa jurusan yang ada di UPI, karena atas dasar ingin bekerja di kantoran yang kelihatannya menarik, dipilihlah prodi Manajemen Perkantoran FPEB UPI. Dan pilihan dua karena disamakan dengan teman yang lainnya, Zulfa memilih jurusan PLB (Pend.Luar Biasa). Dengan mengucap bismillah Zulfa mengisi formulir pendaftarannya dan diberikan pada guru BK untuk langsung diserahkan ke pihak kampus yang bersangkutan.

Dalam hatinya Zulfa pun tidak begitu menaruh harapan besar untuk meraih beasiswa Bidik Misi, karena terlalu jauh untuk berharap mendapat beasiswa itu. Karena Zulfa akan mencoba mengikuti terlebih dahulu test gelombang dua PUB, Zulfa merasa pintu PUB sedikit lebih besar terbukanya dibandingkan dengan Bidik Misi. Membayangkanpun tidak pernah, apalagi untuk bermimpi kuliah di UPI dengan beasiswa Bidik Misi. Terlalu jauh rasanya bagi Zulfa.

****************

Hari test gelombang dua PUB pun datang, dengan hari, waktu keberangkatan dan alasan yang sama kepada Ibu nya Zulfa pun pergi ke PASIM. Test pun dimulai dengan waktu yang sama. 90 menit kemudian dikumpulkanlah semua lembar jawabannya, dan peserta diminta untuk menunggu kembali.

Ketika tengah bercakap dengan teman satu perjuangan, hasil pun sudah siap dibacakan. Jantung Zulfa kembali berdetak kencang ketika panitia menyebutkan nama-nama peserta yang lulus. Dan Alhamdulillah, akhirnya nama Zulfa disebutkan di urutan kedua terakhir. Muka tegangnya berubah 180 derajat menjadi penuh kesenangan.

Dengan lolosnya Zulfa di test pertama itu, masuklah pada tahap yang kedua yaitu test wawancara. Dengan menunggu giliran wawancara yang cukup lama sekitar 3 jam, akhirnya giliran Zulfa lah yang memasuki ruangan panas itu. Hanya keyakinan pada diri sendiri dan percaya akan pertolongan Allah lah yang membuat Zulfa dapat menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

30 menit sudah berlalu ketika Zulfa berada diruangan yang penuh ketegangan itu, Alhamdulillah Zulfa dapat melewatinya dengan lancar. Setelah semua peserta selesai test wawancara panitia pun memberitahukan bahwa pengumumannya akan disampaikan sekitar satu bulan kedepan, sambil menunggu hasil verifikasi dari pihak yayasan. Dengan penuh harapan Zulfa dan peserta yang lainnya bergegas meninggalkan kampus PASIM dengan keyakinan suatu saat nanti akan kembali dengan status mahasiswa PUB di kampus ini.

*******************

Hari demi hari dilalui Zulfa dengan menunggu keputusan dari pihak Yayasan PASIM. Dan akhirnya tepat satu bulan Zulfa pun menerima telepon dari pihak panitia yang menyatakan bahwa dirinya LULUS sebagai mahasiswa PUB UNAS PASIM 2010.

“Alhamdulillahirabbil’alamiin.. terimakasih banyak ya Allah atas kesempatan yang Engkau berikan, aku akan menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya”, ucapan bahagia Zulfa.

Sesuai dengan apa yang direncanakan Zulfa dari awal, ia akan memberitahukan kepada Ibunya jika sudah lulus menjadi mahasiswa PUB. Zulfa menghampiri Ibunya, dan dengan perlahan-lahan menyampaikan keberhasilan yang diraihnya. Setelah mendengar semuanya, Ibu Zulfa merasa bangga, senang dan terharu pada anaknya.

“Zulfa anakku, Ibu bangga kepadamu, semoga kau sukses dengan apa yang sudah kau ikhtiarkan. Maaf Ibu tidak bisa memberi apa-apa selain restu dan do’a”, ucap Ibu Zulfa dengan erat memeluk anaknya.

****************

Sekitar satu minggu setelah pengumuman beasiswa PUB, Zulfa mendapat telepon yang sangat mengejutkan. Dan ternyata….. pihak UPI yang menghubunginya itu.

“Ini benar dengan saudari Zulfa? Saya dari Direktorat Kemahasiswaan UPI Bandung memberitahukan bahwa anda LULUS sebagai mahasiswa Bidik Misi di jurusan Pendidikan Manajemen Perkantoran FPEB UPI. Untuk informasi selengkapnya silahkan buka website UPI. Mohon dengan segera melakukan registrasi. Tidak usah membawa uang apa-apa karena anda dibebaskan dari seluruh biaya perkuliahan. Terimakasih!”, demikian kalimat singkat dan jelas yang dihantarkan oleh staff dirmawa UPI ketika menelpon Zulfa.

Dengan shock yang amat hebat, rasa gemetar tubuh yang kencang, Zulfa merasa sedang berada dalam mimpi indahnya yang jarang sekali menghampiri.

“Ya Allah, apa aku ini sedang bermimpi atau memang keajaiban-Mu yang memang datang kepadaku? Seorang seperti aku lolos menjadi mahasiswa Bidi Misi UPI yang mendapat beasiswa tanpa biaya registrasi dan tidak usah memikirkan biaya semesteran bahkan nantinya aku akan medapatkan biaya hidup yang cukup besar. Sungguh ini merupakan bukti dari kebesaran-Mu ya Allah, jika kau sudah menghendakinya, sesuatu yang sulit dipercaya untuk terjadipun dapat menjadi kenyataan. Terimakasih banyak ya Allah… terimakasih banyak atas kesempatan emas yang engkau berikan kepadaku, aku akan menjaga amanah-Mu ini”. Ucap syukur Zulfa yang merasa dirinya sedang terbang ke langit yang ke’7.

Zulfa bergegas menghampiri Ibunya, dan menyampaikan semua mengenai beasiswa Bidik Misi itu. Mulai dari awal dikumpulannya siswa 10 besar di sekolah, pengisian formulir sampai pada telepon yang sangat mengejutkannya.

“Kau memang anak baik, dapat membanggakan Ibu. Ini adalah Kado Terindah untuk Ibu nak. Ibu tidak akan pernah melupakan ini. Kejarlah cita-citamu setinggi langit, restu Ibu selalu bersamamu”. Ucap Ibu Zulfa sambil memeluk anaknya dengan tangisan kebahagiaan.

*****************

Tapi dengan diterimanya Zulfa sebagai mahasiswa Bidik Misi UPI sekaligus mahasiswa PUB UNAS PASIM membuatnya dilema untuk menentukan langkah. Disisi lain Zulfa ingin sekali merasakan bangku kuliah di PTN favorit, tetapi kekhawatiran akan kelancaran dan kebenaran beasiswa itu menjadi katakutan untuk masa depannya, karena Bidik Misi adalah program beasiswa pertama yang dikeluarkan oleh Dirjen DIKTI (Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi). Berbeda dengan beasiswa PUB yang sudah lama dikembangkan dan dijalankan, Zulfapun sudah mengetahui kebenaran beasiswa itu dari senior PUB yang sempat berbincang-bincang dengannya. Tapi Zulfa tidak menafikkan bahwa dirinya ingin tercatat sebagai mahasiswa yang kuliah di PTN favorit di kotanya sendiri.

Karena itu, Zulfa menyerahkannya semuanya pada Sang Pencipta Alam. Zulfa selalu berdo’a untuk diberikan petunjuk agar tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Shalat tahajud dan istikhorohpun tidak pernah Zulfa lewati sehari-harinya.

Tidak lama kemudian Zulfa mendapat patunjuk lewat informasi yang didapatkannya, dukungan yang mendatanginya, mimpinya serta perkataan Ibunya bahwa InsyaAllah Zulfa akan berhasil meraih mimpinya melalui beasiswa Bidik Misi. Dengan keyakinan pada diri sendiri dan kepercayaan pada Sang Pencipta akhirnya Zulfa memutuskan untuk memilih beasiswa Bidik Misi dan dengan terpaksa melepaskan beasiswa PUB. Hanya berharap ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan kepadanya. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang….

Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan, tidak bias diukur dari status keluarga atau status sosialnya, semua manusia sama dihadapan Allah. Setiap orang berhak mendapat kebahagiaan lahir dan batin.

Kesungguhan lahir dan batin akan membuahkan hasil yang manis.